1st Winner Essay Competition DEMA FEBI IAIN SURAKARTA 2017
Preloved Stuff : Fenomena Ekonomi Kreatif Mahasiswa Masa Kini
Perkembangan
globalisasi menghantarkan kita menuju sesuatu yang tak berbatas. Kecepatan
informasi dan pengetahuan memboyong sebuah efek positif dan negatif. Kegiatan
positif dapat membantu kita mudah memaksimalkan tugas kita apalagi seorang
mahasiswa. Kita tidak perlu susah mencari banyak sumber referensi. Dampak
negatif juga menyergap kita. Kecepatan informasi memberi efek cepatnya masuk
iklan ke dalam genggaman tangan-tangan kita. Iklan yang sekarang lebih variatif
bentuknya menimbulkan dampak konsumtif.
Pendapat
tersebut diakui oleh Karmila Emy sebagai financial consultant at AXA Financial,
bahwa keberadaan teknologi yang maju berimpikasi pada tingkat daya beli
masyarakat (Emy, 2016) .
Tingkat komsumsi masyarakat Indonesia berada di beragam sektor, baik makanan,
fashion, gadget, otomotif dan hingga barang tersier lainnya. Pelaku gaya hidup
komsumtif tidak lagi terbatas untuk orang dewasa yang berpenghasilan tetap,
tapi salah satunya adalah mahasiswa.
Mahasiswa
adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendapatkan pendidikan lanjut hingga
perguruan tinggi. Berada dalam posisi teratas dalam tingkat pendidikan
Indonesia, jumlah mahasiswa Indonesia tak dapat dipandang sebelah mata. Sebagai
salah satu kelompok masyarakat berusia muda, maka secara tidak langsung
mahasiswa termasuk pelaku sifat komsumtif. Pelaku sifat konsumtif dengan
kemudahan teknologi memyasar hingga para kawula muda khususnya mahasiswa.
Mahasiswa dengan mudah mengakses barang-barang yang ia inginkan, terlebih
dengan adanya online shop.
Keberadaan
online shop bagi seumuran mahasiswa kebanyakan yang diakses adalah sektor
fashion. Fashion bagi mahasiswa sangat diperhatikan, karena fashion adalah
salah satu wahana bersosial. Bagi para mahasiswa yang social climber,
fashion tentu pilihan strategis untuk menjadi pilihan pelejit eksistensinya.
Fashion yang update menjadi indikator kekerenan seseorang. Setiap ada model
baru, mahasiswa yang konsumtif akan langsung menyerbu outlet baju baik yang
offline maupun online. Akibat sifat komsumtifnya muncul di diri mahasiswa
tersebut kegilaan belanja atau sering disebut shopaholic.
Mahasiswa-mahasiswa
shopaholic tersebut pasti sudah menjadi para konsumen. Para mahasiswa shopaholic
ini sering menghabiskan uang sakunya untuk berbelanja fashion biasanya bukan
karena kebutuhan tapi hanya untuk kebutuhan bersosialita. Sebenarnya bukan
masalah ketika uang yang digunakan adalah uang pribadi atau malah hasil bekerja
sendiri namun terkadang para mahasiswa sosialita tersebut memaksakan dengan
berbagai cara. Beberapa bahkan rela melakukan hal-hal negatif hanya demi
memenuhi nafsu muda mereka.
Untuk
mengantisipasi kenakalan remaja akibat gaya hidup sosialita dan kecendurungan
komsumtif, sekarang ada ada sebuah trobosan baru. Dengan modal sosial media
kita dapat menjadikan wahana berbisnis. Mengubah posisi dari konsumen
barang-barang fashion yang sudah menggunung di almari, menjadi seorang produsen
dengan modal cuma-cuma. Anak kekinian menamai dengan bisnis preloved.
Bisnis
preloved ini adalah sebuah bisnis fashion yang menjual kembali baju-baju
dan pernik-perniknya yang sudah tidak dipakai namun masih dengan kondisi bagus
atau layak pakai. Selain menjual baju kita yang lama, preloved juga
menjual barang yang kita beli namun tidak sesuai ekspektasi kita. Dengan
berbelanja di online shop, karena kita tidak bisa memilih secara langsung
kadang barang yang diterima tidak sesuai dengan ekspetasi. Dari pada disimpan
di almari kita bisa memanfaatkan bisnis preloved untuk menjual kembali
barang tersebut.
Bisnis
preloved ini selain untuk konsumsi pribadi juga bisa dimanfaatkan untuk
kegiatan amal. Bagi para mahasiswa yang berlebihan bajunya, jika ingin beramal
bisa melakukan preloved untuk menjual kembali baju-bajunya dengan harga
sangat lebih rendah dari harga awal untuk menyumbang sebuah kegiatan amal. Para
mahasiswa bisa mengakomodir barang-barang tersier mereka menjadi suatu yang
berdaya guna.
Para
pelaku bisnis preloved memiliki beberapa keunggulan. Pertama, mereka
berbisnis tidak perlu banyak modal. Modal yang mereka gunakan sudah mereka
miliki yaitu baju-baju atau barang mereka yang lain yang tidak dipakai
lagi. Selain itu hanya butuh modal
sosial media dan koneksi internet. Sangat diyakini mahasiswa jaman sekarang
sosial media dan koneksi internet bukanlah hal yang mahal. Kedua, harga yang
dijual murah. Barang-barang preloved akan dijual lebih rendah dari harga
awal. Patokan harga ditentukan dari kondisi barang dan berapa lama telah
dimiliki. Selain itu tingkat keunikan baju juga mempengaruhi. Ketiga, tren
berbusana memiliki temponya. Tren berbusana itu hanya seperti roda yang
berputar. Contoh konkritnya sekarang mulai tren lagi celana kulot. Padahal
sebelumnya kulot dihindari kalah dengan skinny jeans. Bisnis preloved
memberikan kesempatan para calon pembeli mendapat barang-barang yang pernah
tren di masa lalu dan sekarang tren lagi.
Keempat,
bisnis preloved juga menjadi solusi recycle pakaian yang para
shopaholic punya untuk menjadi barang berguna. Pakaian hasil buruan lalu jika
sudah ada yang baru bisa dijual kembali tanpa perlu membuat almari penuh sesak.
Dengan begitu, para shopaholic sejatinya masih bisa berbelanja lagi dengan
nyaman tanpa risau kehabisan uang atau
kekurangan ruang di almari. Bisnis preloved ini sangat cocok bagi
mahasiswa masa kini yang ingin tetap trendy tanpa bergantung pada kiriman uang
saku lagi.
Bisnis
preloved ini juga bagian dari sektor ekonomi kreatif. Memasarkan preloved
ini membutuhkan keuletan dan kekreatifitasan pemilik bisnis untuk mengemas atau
memajang di sosial media atau portal lainnya. Dengan posting yang kreatif akan
semakin menambah daya jual barang kita. Bisnis preloved ini mampu
menjadi terobosan para mahasiswa untuk tetap trendi dengan berdikari. Selain itu
juga mengubah dari hanya konsumen menjadi produsen. Kesadaran untuk
berwirausaha juga bagian kecil sumbangsih kita para pemuda untuk kegiatan
ekonomi Indonesia.
Referensi
Emy, K. (2016, Agustus
26). linkedin. Retrieved Desember 7, 2017, from
https://id.linkedin.com/:
https://id.linkedin.com/pulse/budaya-konsumtif-masyarakat-indonesia-karmila-emy
Komentar
Posting Komentar