Alunan penghuni persawahan menguasai alam tengah malam.
Tak ada yang terjaga kecuali seorang jelita yang mengerutkan kening sedari tadi.
Tertahannya apa yang harus ia tumpahkan menjadi penundanya dalam lelap.
Berjalan menerawang diri, kemanakah esok kaki akan melangkah?
Berulang ulang banyak sebuah awan pikiran hinggap.
Kadang sejalan kadang beroposisi dengan naluri.
Jelita hanya ingin hidup sederhana.
Sederhana riasannya namun berkelindan makan asam garamnya.
Ia tak ingin hanya menjadi kerbau yang tertusuk hidungnya
tanpa menjasi seorang Kartini untuk impiannya
Bahkan dalam kutipan terkutip bahwa bahasa yang
paling menggerakkan adalah bahasa gairah
Surakarta Kota Bengawan, 22 Juni 2018
Dilan-da Skripsi
Kau menjadi payah
Berlembar lembar buku sudah tak kau jamah
Hanya menumpuk di tepian ranjang
Menjadi penghias kala malam
Ia terabai
Kau kalahkan dengan gawai
Utopiamu tentang rumah tangga beraksara
Namun nyatanya sejudul pun tak segera
Kerjaanmu hanya berangan
Kau akan terlelap ditemani jemari yang menari di atas kertas
Kau akan terbangun dengan aroma kopi
Lalu terhibur oleh sedikit film indie
Rekaman jejak bahwa kau pernah muda
Berlembar lembar buku sudah tak kau jamah
Hanya menumpuk di tepian ranjang
Menjadi penghias kala malam
Ia terabai
Kau kalahkan dengan gawai
Utopiamu tentang rumah tangga beraksara
Namun nyatanya sejudul pun tak segera
Kerjaanmu hanya berangan
Kau akan terlelap ditemani jemari yang menari di atas kertas
Kau akan terbangun dengan aroma kopi
Lalu terhibur oleh sedikit film indie
Rekaman jejak bahwa kau pernah muda
Ayo Fa. Jangan hanya melamun saja
Semestermu sudah menua
Semestermu sudah menua
The Timeline
I waved the lonely of you.
Then we care each others.
From day to day
We are jailed in a sequence.
Suddenly I am going to be silent
Fearing some branches of reason
Like a timeline
It shows the same story from the past
Like rich of evidence
We are dumb to this event
Then we care each others.
From day to day
We are jailed in a sequence.
Suddenly I am going to be silent
Fearing some branches of reason
Like a timeline
It shows the same story from the past
Like rich of evidence
We are dumb to this event
Kucemburui Gawaimu
Panas hanya sebagai penghantar
Nyatanya sesore ini hujan
Meski membosankan hujan tetap sama
Menjadi siraman menyegarkan pun untuk para penulis dalam sajak
Nyatanya sesore ini hujan
Meski membosankan hujan tetap sama
Menjadi siraman menyegarkan pun untuk para penulis dalam sajak
Apa kabarmu hari ini?
Kau terlihat cemas
Apa yang kau cemaskan?
Berhentilah hirup baunya tanah
Kupasungkan langkahku di tepi rumahmu
Mengintip sejenak sudahkah kau rapalkan wirid harianmu
Semerdu apakah tartilmu
Tapi yang ku tangkap kau tetap terus merunduk
Terpaku pada layar yang menyala
Lalu kau tertawa entah kenapa
Kau terlihat cemas
Apa yang kau cemaskan?
Berhentilah hirup baunya tanah
Kupasungkan langkahku di tepi rumahmu
Mengintip sejenak sudahkah kau rapalkan wirid harianmu
Semerdu apakah tartilmu
Tapi yang ku tangkap kau tetap terus merunduk
Terpaku pada layar yang menyala
Lalu kau tertawa entah kenapa
Sejuk malam ini hanya ilusi bagimu
Padahal bila kau rasa ini kan jadi penetrasi lelahmu
Padahal bila kau rasa ini kan jadi penetrasi lelahmu
Setelah kau seharian tersuruk pada amanah-amanahmu
Tak kau cumbui sejak setelah senja ini
Kau tetap sibuk dengan gawai kini
Kau tetap sibuk dengan gawai kini
Ah sudahlah ku nikmati saja sendiri
Tak pasal kau ayunkan kaki kemana alamatnya
Bertuturku pada sepetak pohon jati yang mulai menggersang
Sepoi angin menerbangan dedaunan yang kering
Tak payah, aku dan kau masih tetap bersikukuh asing
Bumi telah menjadi pejal atas idealisme masing masing
Bertuturku pada sepetak pohon jati yang mulai menggersang
Sepoi angin menerbangan dedaunan yang kering
Tak payah, aku dan kau masih tetap bersikukuh asing
Bumi telah menjadi pejal atas idealisme masing masing
Persimpangan Mabdamu
Manusia tak kan pernah ingin untuk menjadi bodoh
Pun ia tak ingin menjadi rugi
Sedangkan hidup tak memberi kepastian dimana roda nasib akan melaju
Kadang dalam kepintaran ada celah kerugian
Pun saat dalam kebodohan ada potensi keuntungan
Pun ia tak ingin menjadi rugi
Sedangkan hidup tak memberi kepastian dimana roda nasib akan melaju
Kadang dalam kepintaran ada celah kerugian
Pun saat dalam kebodohan ada potensi keuntungan
Hingga kemudian ada sebuah kepentingan yang bisa kau pilih
Di antara semantik atau pragmatik
Dua duanya memberimu kesempatan menjadi baik
Di atas versimu sendiri
Di antara semantik atau pragmatik
Dua duanya memberimu kesempatan menjadi baik
Di atas versimu sendiri
Maka, ketika itu pasti kau memilih yang menguntungan
Jangan kau pilih yang merugikanmu.
Tetaplah ada pada idealismemu yang sering kucaci bodoh
Tetaplah menjadi dirimu yang kadang tak ku suka akan oportunismemu
Maaf buat semuanya
Jalan yang ku bagi sering membuatmu berat
Semakin memberatkan jalan barumu, impianmu
Jangan kau pilih yang merugikanmu.
Tetaplah ada pada idealismemu yang sering kucaci bodoh
Tetaplah menjadi dirimu yang kadang tak ku suka akan oportunismemu
Maaf buat semuanya
Jalan yang ku bagi sering membuatmu berat
Semakin memberatkan jalan barumu, impianmu
Walaupun jalan yang terbagi itu bukan aku yang meletakkan pijakan pertamanya
Aku pun tak paham
Masih Kamu Yang Koma
seperti kencangnya berlari tapi tanpa tujuan
akan ada sebuah energi yang berlebihan
sedangkan mengejar apa hanya menjadi angan
saat kita berazzam mendawwamkan sebuah percakapan
tentang harapan, rasa takut, candaan atau hal bodoh
saat itu ada banyak mata menelisik
sedangkan energi yang terhempas sudah pada titik ujung pendulum
tak kan tercipta sebuah momentum
jika energi tadi tertahan
demi menggenapi kebahagiaan orang
bukan atas nama cerita kita yang sudah akan sempurna
akan ada sebuah energi yang berlebihan
sedangkan mengejar apa hanya menjadi angan
saat kita berazzam mendawwamkan sebuah percakapan
tentang harapan, rasa takut, candaan atau hal bodoh
saat itu ada banyak mata menelisik
sedangkan energi yang terhempas sudah pada titik ujung pendulum
tak kan tercipta sebuah momentum
jika energi tadi tertahan
demi menggenapi kebahagiaan orang
bukan atas nama cerita kita yang sudah akan sempurna
demi telisik mata, dan telinga-telinga tuna kerja
kadang kita harus bersabar
maka membiarkan energi yang tadinya dinamis menjadi statis
adalah pilihan dalam senyuman
kadang kita harus bersabar
maka membiarkan energi yang tadinya dinamis menjadi statis
adalah pilihan dalam senyuman
Delusi
Kamu : aku rindu
Aku : kepada apa ?
Lalu tanpa kata.
Sungguh, semakin hari kata rindu hanya sebagai pembual
Di antara kalimat metafora yang sering kau gunakan
Bukan dalam denotasinya, kata rindu itu kini hambar
Untuk apa tetap kau katakan rindu?
Padahal sejatinya, atas nama dan sekilas ingatan pun tidak
Padahal sejatinya, atas nama jarak yang meleraikan pun bukan
Kita sungguh terpaut dekat.
Tapi dalam belukar kesibukan kita terbentang
Jadi, bolehkan ku ulang lagi
Rindu itu apa ?
Apakah ada kerinduan hakiki ?
Bukankah rindu kini hanya kalimat imaji
Dimana sebagai pembuka pesan kepentingan duniawi
Aku : kepada apa ?
Lalu tanpa kata.
Sungguh, semakin hari kata rindu hanya sebagai pembual
Di antara kalimat metafora yang sering kau gunakan
Bukan dalam denotasinya, kata rindu itu kini hambar
Untuk apa tetap kau katakan rindu?
Padahal sejatinya, atas nama dan sekilas ingatan pun tidak
Padahal sejatinya, atas nama jarak yang meleraikan pun bukan
Kita sungguh terpaut dekat.
Tapi dalam belukar kesibukan kita terbentang
Jadi, bolehkan ku ulang lagi
Rindu itu apa ?
Apakah ada kerinduan hakiki ?
Bukankah rindu kini hanya kalimat imaji
Dimana sebagai pembuka pesan kepentingan duniawi
Hujan Terus
Hujan
Masih tentangmu
Hari ini kau ajarkan kesetiaan
Meskipun banyak yang beraduh
Kau tetap jatuh
Hujan
Lagi lagi kau biarkan serundung duka itu menguar
Aku hanya wanita dengan senjata air mata
Bila kata mampu merobek bazonet atau sebuah tabir,
Maka mengapa kau tak sekali kali tenggelamkan pemilik kata yang tajam itu dalam riak airmu
Aku tak sempat berpikir
Dengan apa lagi aku harus berkata
Padahal kata sudah tak selalu benar
Hari ini kau ajarkan kesetiaan
Meskipun banyak yang beraduh
Kau tetap jatuh
Hujan
Lagi lagi kau biarkan serundung duka itu menguar
Aku hanya wanita dengan senjata air mata
Bila kata mampu merobek bazonet atau sebuah tabir,
Maka mengapa kau tak sekali kali tenggelamkan pemilik kata yang tajam itu dalam riak airmu
Aku tak sempat berpikir
Dengan apa lagi aku harus berkata
Padahal kata sudah tak selalu benar
Benar kata Raisa
Kelembutan adalah kekuatannya
Yang ia mampu melipat semuanya dalam tangis di bawah hujan
Lalu ia mampu diam
Kelembutan adalah kekuatannya
Yang ia mampu melipat semuanya dalam tangis di bawah hujan
Lalu ia mampu diam
Hujan
Teruslah turun hingga malam
Teruslah turun hingga malam
Hujan Terus (part 2)
HUJAN
Kau yang selalu membuat orang berlarik dalam sastra
Dalam bait metafora kau dikiaskan berbagai makna
Hanya karna orang enggan berterus terang tentang rasanya
Dalam bait metafora kau dikiaskan berbagai makna
Hanya karna orang enggan berterus terang tentang rasanya
Di bawah air yang mengamuk menghujani bumi
Kau tak pernah mengerti
Tentang siapa yang kau basahi
Tentang dimana kau turun
Tentang kapan kau akan berhenti
Kau tak peduli
Kau tak pernah mengerti
Tentang siapa yang kau basahi
Tentang dimana kau turun
Tentang kapan kau akan berhenti
Kau tak peduli
Termasuk saat dimana hujan tak menggubris
Sebarapa deras air mata yang sama sama air yang turun
Menghujani pipi : kala suka maupun duka
Sebarapa deras air mata yang sama sama air yang turun
Menghujani pipi : kala suka maupun duka
Hujan tetap sama
Apalah
Aku khawatir.
Adalah aku yang menukar keberkahan menjadi kedzaliman yang menimpa
Adalah aku yang mengubah orientasi jalan panjang ini
Adalah aku yang mencoba mengubah pH menjadi basa atau malah asam
Adalah aku yang menukar keberkahan menjadi kedzaliman yang menimpa
Adalah aku yang mengubah orientasi jalan panjang ini
Adalah aku yang mencoba mengubah pH menjadi basa atau malah asam
Aku tidak ingin sungguh!
Tapi semua sudah berkelindan
Tereja sempurna bagaimana lanjut lika likunya
Terngiang indah suara merdu menyaingi kehampaan
Bagai elegi atau ironi
Tapi semua sudah berkelindan
Tereja sempurna bagaimana lanjut lika likunya
Terngiang indah suara merdu menyaingi kehampaan
Bagai elegi atau ironi
Aku ingin menyudahi
Komentar
Posting Komentar