Simalakama Pesona
Dalam sebuah perjalanan menuju Jogja, di dalam bus, aku duduk di baris ketiga di depan. Di sebelahku naik seorang mbak-mbak. Ku perhatikan, si mbak naik bus tanpa bawaan yang banyak. Tak seperti perempuan yang berpergian seperti biasanya, ia tanpa tas, tanpa jaket. Hanya membawa sebuah HP jadul, air mineral ditaruh di tas keresek hitam. Dia duduk dengan ekspresi sendu. Bus terus melaju. Karena suatu hal, aku pindah dua kursi ke depan. Tiba-tiba ada sebuah suara orang bercakapan. Ternyata si mbak yang kuperhatikan tadi menerima telpon. Dari percakapannya, meski tidak berniat untuk mencuri dengar.
“Mbak, aku mau kejambret. Aku bawa uang dua juta sama HP baru yang kemarin aku beli...”. Hingga purna percakapan itu mengalir di antara hiruk pikuk kendaraan Magelang – Jogja. Aku tersentuh. Sebagai sesama perempuan, dari si mbak aku mengambil hikmah. Bagaimana sebuah perempuan diciptakan dan memiliki peran sebagai perempuan itu sendiri, peran sebagai wanita karir, dan peran ketika telah menikah.
Dalam sejarahnya, perempuan pertama adalah Hawa. Hawa diciptakan untuk melengkapi Adam. Sehingga perempuan diciptakan tidak untuk mendahului, menyamai atau bahkan membawahi seorang laki-laki. Untuk dalil, bisa dicari karena ada banyak dimensi.
Perempuan di setiap titiknya memilki pesona. Pesonanya adalah simalakama. Pesonanya mampu mengangkat derajatnya, bisa juga menjerumuskannya. Secara fitrahnya, dalam Islam menurut HAMKA, Islam mengangkat derajat para perempuan.
Pesonanya dengan sentuhan-sentuhan keislaman, mampu mengubah paradigma perempuan di mata dunia. Perempuan dalam Islam adalah sejajar dengan laki-laki dalam beberapa hal. Pendidikan, pengalaman, bersuara dalam berpendapat, dan hal-hal lain yang masih sesuai dengan fitrahnya.
Dari cerita si mbak di bus. Aku belajar, dari sekedar fisiknya mengundang sorotan mata. Ia seorang TKW yang akan kembali ke Arab Saudi. Dari hartanya, harta perempuan adalah harta dirinya sendiri. Maka bila seseorang perempuan berharta adalah pesona lebih tersendiri. Cerita selanjutnya adalah ketika ia memasrahkan keputusan apakah ia akan kembali ke Arab Saudi lagi pasca tragedi penjambretan dirinya kepada suaminya. Ketaatan perempuan setelah menikah adalah kepada suaminya. Anak perempuan yang telah menikah, luruh lebur pada pagutan suami. Ketaatan kepada suami untuk hal-hal kebaikan dalam dimensi Islam, adalah surga.
Terakhir dari kontemplasi melalui kaca bus yang memantul. Aku melihat dari dimensi pendidikan. Perempuan yang memiliki pendidikan yang mencukupi menurtku, seperti memenangkan double kill dalam sebuah game. Aku teringat mama. Pendidikan bukan setinggi apa ijazahnya lulus sekolah, namun apa saja yang menjadi value dalam kehidupannya.
Melihat dari cara tuturnya, cara berpakaiannya bolehkan saya mengasumsi, si mbak less educated. Bagaimana aku mengasumsikannya ? bagiku cara saat bertelfonnya di kawasan publik kurang etis dilakukan. Apa yang diungkapkan di telfon, bagiku lebih baik diselesaikan di wilayah-wilayah personal. Sesi curhat loh, di kawasan publik. Bagaimana pun, orang-orang di publik pasti akan mendengar apa yang dibicarakan. Hal kedua yang membuatku berani berasumsi adalah cara berpakaian. Perempuan yang well educated , akan lebih pintar memilih OOTD. OOTD dipengaruhi oleh keseringan value yang ia terima. Dimana, kapan, dengan siapa, seorang perempuan itu berada.
Setelah lelah, tak terasa ngantuk pun menidurkanku dalam lelap. Tiba-tiba si mbak sudah turun duluan sebelum ku terjaga. Hingga akhirnya ada dorongan menuliskan hikmah yang terserak di antara perjalanan. Maka saya tegaskan, perempuan adalah makhluk sejuta pesona. Pesonanya tinggal bagaimana dikembangkan oleh masing-masing pemiliknya. Hingga tiba, pada pesan mama
“Sarjanmu bukan hanya untuk meninggikan derajat di dunia. Sarjana, atau bahkan insyaAllah magistermu bagaimana kau gunakan untuk menghantarkan dirimu, orang tuamu, keluargamu kelak dan tentu agamamu ke Surga”
Terhentak
Asyiaaaaaap Ma.
Yang pas pendapat HAMKA kok nggak dikasih sumber referensi bukunya mb ?:-)
BalasHapus