Beberapa hari lalu diriku melihat sebuah
postingan di Instagram sebuah LPM terkenal di kampus terkenal. LPM itu
seringnya emang aneh kadang tentang konten yang diisukan. Ketika ku perjelas,
ternyata akan ada nonton bareng sebuah film dokumenter di kampus LPM tersebut. Postingan
itu ditandai juga akun produser film dokumenter yang akan ditayangkan. Langsung
saja mengusut kejelasan konten, ku sambangi akun film itu diproduksi. Bagi sebagian
orang, Watchdoc bukan akun kemarin sore. Ya, produsen film dokumenter yang
berjudul “Sexy Killers” adalah Watchdoc yang pionnya dipegang oleh dua jurnalis
beken di Indonesia.
Di akun Instagram Watchdoc telah diunggah
beberapa postingan jadwal nonton bareng film itu di beberapa tempat. Dari Sabang
sampai Merauke bahkan hingga di Australia, perhelatan nobar itu diadakan oleh
komunitas komunitas di sekitar kampus. Melihat logonya, kebanyakan dipunggawai
teman teman LPM dan pergerakan mahasiswa. Trailer film di akun itu langsung ku
buka dan ku terhenyak bahwa bakal keren nih film. Di caption unggahan trailer “Sexy
Killers” disebutkan ada empat sekuel sebelumnya yang menjadi bagian dari film
itu. Film itu adalah hasil dari perjalanan Mas Dandi Laksono dan Mas Ucok
Suparta sejak 2015 dengan nama Ekspedisi Indonesia Biru.
Dengan durasi penuh, penonton awalnya
disajikan dengan plot adegan dewasa memang sial wkwk. Disitulah kita bisa
menangkap analogi perbedaan sosial muncul, di mana energi listrik bagi
masyarakat kota adalah hal biasa. Kemudian kita ditarik ke cara produksi
listrik di Indonesia. Listrik diproduksi di tempat-tempat pembangkit sesuai
bahannya. Dari beberapa pembangkit listrik, biaya produksi yang paling murah
adalah dari PLTU dengan bahan bakar batu bara. Batu bara dihasilkan dari
penambangan batu bara yang banyak didulang para penambang di Kalimantan.
Permasalahan sexy-nya pembunuhan dari kronik
penambangan batu bara adalah permasalahan kompleks. Kerusakan lingkungan, pembebasan
lahan yang tidak sesuai hak dan kewajiban yang dimandatkan dalam undang-undang
negara, kesejahteraan masyarakat sekitar penambangan dan yang paling akar
adalah oligarki yang merantai. Oligarki selalu menjadi tikaman belati bagi
masyarakat yang katanya menjadi objek dan subjek demokrasi. Dalam pernyataan
salah satu penonton nobar yang diselenggarakan di kampus IAIN SKA, oligarki
adalah perselingkuhan antara pemerintah, pihak swasta dan aparat keamanan
negara. Ketiga pihak ini berkongsi untuk menekan biaya produksi
sekecil-kecilnya dengan hasil produsi sebanyak-banyaknya. Disitulah perselingkuhan
itu dimulai dengan menggadaikan kelestarian lingkungan, kondisi kesehatan
masyarakatnya, pembebasan lahan yang adil apalagi kesejahteraan rakyat. Bahkan dalam
beberapa kasus, perselingkuhan itu mengantarkan para rakyat ke gerbang kematian
lebih cepat. Ketika dipertanyakan dalam forum sidang DPRD pemerintah setempat
alasannya itu adalah nasib dan akusisi pengupayaan pencegahan. Pengupayaan pencegahan
yang seperti apa, pun masih menjadi kenyataan pahit yang harus diterima rakyat
bahwa itu hanya janji palsu tanpa realisasi yang menyelesaikan masalah tanpa
masalah.
Tidak hanya emosional yang akan dipertontonkan
ke publik di film advokasi ini, film ini juga men-syarah-kan kepemilikan
perusahaan-perusahaan tambang batu bara itu. Momentumnya, para nama yang
menjadi adidaya di masing masing perusahaan adalah para kontestan besok 17
April 2019. Nama paslon 01 dan 02 masing masing punya andil di balik
perusahaan-peruhaan tambang batu bara yang membunuh diam diam. Selain nama
paslonnya sendiri, tim pemenangan masing masing paslon juga setali dua uang
dengan jaringan tambang batu bara. Film ini dirilis setelah pembuatannya hampir
sepekan sebelum pesta demokrasi 17 April 2019. Sebelum berangkat nobar,
pertanyaan utama jika nanti sesi diskusi adalah implikasi apa yang divisikan
oleh produser dengan film ini dan mencatut para kontestan 17 April 2019. Ketika
sesi diskusi yang diisi oleh seorang jurnalis juga di Solo sekaligus dosen
komunikasi di IAIN SKA, pak Ichwan Prasetyo, pertanyaan itu dipaparkan beliau
sendiri bahwa kelindan penyebutan nama nama paslon dibalik perusahaan batu bara
yang banyak menimbulkan persoalan itu adalah murni momentum.
Jika saja film itu dirilis setelah pemilu,
tentu daya pukulnya tidak akan sebesar sebelum pemilu hingga saat ini, tegas
pak Ichwan. Lalu ada pertanyaan apakah ini ada unsur ajakan golput ? para
penonton tertawa. Bisa jadi iya bisa jadi tidak. Jika golput adalah pilihan
setelah menonton ini, itu pun bukan solusi yang solutif. Itu hanya masalah
pilihan pribadi masing masing. Sekali lagi, film ini dirilis sebelum pemilu
hanya momentum bukan untuk preferensi mengajak untuk golput karna kedua belah
paslon memiliki andil dalam pembunuhan perlahan masyarakat akibat aktivitas
pertambangan batu bara sekaligus pembangkit listrik tenaga uapnya.
Setelah didiskusikan di forum, maksud film ini
adalah murni film advokasi untuk kesengsaraan yang tidak terpublikasikan dalam
jangka waktu lama. Dengan model nobar, diharapkan muncul kesadaran kolektif
(collective awareness) bahwa dalam proses produksi listrik yang kita pakai
sehari hari dan sudah menjadi barang primer ada banyak pengorbanan yang harus
dilalui orang lain. Selain itu adanya invisible hand yang melindungi kepentingan kepentingan
pribadi itu (dalam hal ini kepentingan pribadi skala besar) membuat semakin
kompleks-lah permasalahan ini ketika akan diselesaikan.
Hatta perlawanan secara material dan
immaterial sudah dilayangkan kepada pihak yang diyakini memiliki power dan legitimasi untuk menyelasaikan
permasalahan itu. Nyatanya hanya bui yang didapati, hanya benturan kepala
hingga berdarah darah yang dihadapi, sesak napas hingga proses kemoterapi yang
akhirnya berujung ke kematian. Kesadaran kolektif itulah yang dihembuskan oleh
produsen agar selain senasib dan sepenanggungan juga diharapkan menjadi anasir munculnya
gerakan-gerakan perlawanan yang bisa diperjuangankan untuk melawan dan tetap
menjadi kerikil di dalam sepatu bagi para penguasa.
Kebatilan adalah Musuh Abadi KAMMI
Dalam filosofi gerakan KAMMI yang agung,
tertuang pernyataan tegas yang layak untuk terus diperjuangkan oleh para
kadernya. Kebatilan akan selamanya mengimbangi kebaikan. Di KAMMI kebatilan
adalah musuh bersama hingga nanti akhir hayat masing masing kader tiba. Kebatilan
disini adalah adanya dis-ekuilibrasi antara wacana dan realita, antara
idealisme dan realisme, antara ideologi dan praksi. Mandat kebatilan adalah
musuh abadi KAMMI tertuang dalam sumber hukum pertama seorang muslim yakni
dalam Q.S Ali Imran:104) :
“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung”.
Di redaksi arti ayat di atas adalah seruan untuk
adanya segolongan umat. Segolongan umat berarti adanya manusia manusia kolektif
yang menyerukan kebaikan, menyuruh ke yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Maka
sudah sepantasnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia inilah tetap menjadi
aktor dalam melaksanakan mandat al-quran. Selain itu kalimat indah dari Ali bin
Abi Thalib dimana kebaikan yang tidak diorganisir akan kalah dengan kebatilan
yang terorganisir, menjadi faith accomply bahwa di KAMMI menjadi
kesatuan yang pas tidak hanya untuk mengajak yang baik-baik saja tetapi juga
menjadi bagian penumpas kebatilan.
Merefleksikan salah satu karya anak bangsa
seperti film “Sexy Killers” ini, sudah jelas bahwa ada suatu kezaliman
kebatilan dan kemunkaran di negeri Indonesia kita tercinta ini. Maka menjadi
diam bukan solusi, memilih golput bukanlah jawaban, atau berencana pindah ke
planet lain juga semakin absurd.
Di KAMMI sudah ada perangkat-perangkat untuk
bergerak dari tataran Pengurus Pusat (PP) hingga Pengurus Komisariat (PK). Dalam
struktural KAMMI ada bidang kebijakan publik, hubungan masyarakat dan sosial
masyarakat. Ketiga bidang ini adalah jawaban dari terjemahan harokatul amal.
Tupoksi bidang bidang tersebut bisa diintegrasikan paling kecil kebermafaatannya
menjadi “batu kerikil di dalam sepatu” para pelaku kebatilan di mana
saja. Kebijakan publik dengan advokasinya, humas dengan tugas humas gerakannya
dan sosma dengan kerja kerja penyelamatan lingkungan. Tagline Jayakan Indonesia
2045, Sepenuhnya Indonesia menjadi lebih berat lagi ketika di antara kebatilan
kebatilan itu KAMMI tidak tau, tidak mau menau dan kemudian apatis diam tanpa
kerja.
Teringat dalam buku “KAMMI Beyond Politic” ada
refleksi keberadaan KAMMI di isu-isu selain politik. Dalam sub bab “Islam &
Kampanye Penyelamatan Lingkungan” dikupas lebih detail perihal kerusakan
lingkungan. Kapitalisme, antroposentrisme, utilitarianisme, sekulerisme dan
materialisme dikutipkan disana memilik andil dalam degradasi kritisnya kualitas
lingkungan hidup. Dari pemikiran-pemikiran “sakit” itu dalam kompilasi hasil
riset David E.Cooper dan Joy A. Palmer didapati bahwa wawasan spiritualitas
terhadap alam menjadi cara paling tepat agar manusia mampu bersinergi dengan
alam. Selain itu wawasan spiritual (agama) menjadi bentuk upaya penyadaran diri
manusia sebagai makhluk Tuhan dan kembali memahami ajaran agama dengan benar secara
teori dan praksis gerakan (Dharma : 2017,147).
Dengan bagitu bagaimana stand point kita jika
sudah ada kebatilan yang tampak nyata ditambah lagi bahwa jelas adanya seruan
menjadikan kebatilan adalah musuh abadi ? Maka membangun lagi kesadaran kolektif kita,
mengecek amal-amal jama’i kita sudah sampai mana kebermanfaatannya, bersinergi
dengan pihak pihak lain untuk mengorganisir penumpasan kebatilan, mengimbangi
dengan aktivitas praksis dimulai dari hal yang paling kecil untuk penyelamatan
lingkungan adalah wajib ! Film ini tamparan bagi kita, yang sudah banyak tau
kafa’ah bahwa kita adalah khalifah fil ardh tapi terkadang kita masih abstain
untuk agenda pelestarian lingkungan.
Apa mungkin malah lupa kita ini kesatuan apa ?
Wallahu ‘alam .
sukaaaa....
BalasHapus