Kamu tahu rasanya segelas coklat ? ia melenakan. Coklat dengan Tryptophannya sering diburu para penikmatnya untuk mendaratkan rasa bahagia. Kata orang-orang, segelas coklat mampu memperbaiki mood seseorang yang sedang bergeser sebelah ke kiri. Pembawaan coklat dengan tampilan estetisnya, membawa senyawa pada penikmatnya menjadi orang tanpa perlawanan, diam, menyenangkan, mudah memaafkan, ia menjadi tumpuan orang-orang sekitarnya sadar dan tanpa disadari. Manisnya segelas coklat hangat menjadi penengah gerah, perbincangan. Dimana kalian pecinta segelas choco-deep ?
Beralih cangkir kedua. Hitam pekat, hanya 178 mili liter. Espresso sudah disuguhkan dengan gelas kecil bertatakan kertas berbentuk bunga. Kertas berbentuk bunga tak menghalangi kegagahan Espresso di meja saji itu. Hasil semburan air panas dan di bawah tekanan yang kuat, segelas air berwarna hitam itu tampil dengan manusia yang pekerja keras, pantang menyerah, galak, dan sangat penuntut. Pun ketika dalam kondisi terjepit, Espresso menikam di pikiran bawah sadar penikmatnya untuk bertarung, dengan taruhan tak terbendung. Jadi siapa pemesan Espresso ?
Maka di sore yang sedikit lembayung itu, dua manusia memasuki coffee shop yang sudah dijanjikan.
"Kamu gimana sih, masih mau lanjut nggak? kalau iya buruan." bercelana kain coklat berkemeja hitam panjang digulung rapi berseru-seru dengan lawan bicaranya.
"Kan sudah masuk ke newsroom. Sebentar dong. Negosiasi itu perlu waktu." kilah seseorang diseberang dengan outer denim, berjilbab motif.
"Yaudah pokoknya nggak peduli. Besok pagi sudah harus naik. Kalau nggak, we are left hand." tangannya sambil bersedekap. Sebenarnya ia sangat menunggu respon lawan bicaranya.
Laki-laki berkemeja melambai ke pelayan. Ia melirik buku menu, dan langsung double Espresso.
Buku menu disodorkan ke seberang tempat duduknya, si mbak tanggap dan menyempatkan tersenyum ke pelayan agar mengendurkan tensionnya barusan. Si mbak memilih hot milk chocolatte, sekaligus seporsi churros.
Masih menanti gesture lawan bicaranya, laki-laki itu memandang lurus. Merasa di amati, si mbak merespon dengan mengendik
"Iyaa iyaa. I will" tanpa perlawanan.
Males beradu argumen lagi, si Mbak mengeluarkan HPnya menyalakan wifi dan sibuk official account web series favoritnya, sebuah iklan JBL ID. Merasa terabaikan, padahal sudah bersiap dengan semua amunisi perdebatannya, laki-laki mengeluarkan laptopnya. Sibuk dengan presentasinya yang satu minggu harus dipaparkan ke client-nya.
Web series si mbak tandas. Mbak tersenyum-senyum sendiri melihatnya. Kenapa suasanya sama. Perempuan itu tidak segampang itu ditaklukkan, dikalahkan. Namun pada suatu waktu, ia memang lebih hanya ingin tenang tanpa perlawanan. Kawan di depannya sudah terlalu jenuh untuk didebat. Dibiarkannya saja mengomel ria. Ia hanya akan balik mengiya. Kadang ketika memang lelah, ia ingin sekali meledak. Namun ia tahu, dimana pun posisinya laki-laki tak pernah suka di rendahkan di bawah perempuan. Jadi serba salah bukan, namun mengalah bukan tentu kalah. Kata cerita yang sudah ditandaskan.
Pelayan datang membawa nampan.
"Permisi mas, double Espressonya" mas pelayan menjulurkan gelas berwarna hitam
"Silahkan mbak, hot milk chocolatte" mas pelayan tersenyum menyodorkan gelas berwarna coklat pekat.
Tiba tiba mbak tersentak dan dalam batin berkata
"Jika Espresso dicampur Choco menjadi Mochacino. Mengapa kita tidak mencoba?" sambil tersenyum melirik lawannya dari ujung matanya.
Beralih cangkir kedua. Hitam pekat, hanya 178 mili liter. Espresso sudah disuguhkan dengan gelas kecil bertatakan kertas berbentuk bunga. Kertas berbentuk bunga tak menghalangi kegagahan Espresso di meja saji itu. Hasil semburan air panas dan di bawah tekanan yang kuat, segelas air berwarna hitam itu tampil dengan manusia yang pekerja keras, pantang menyerah, galak, dan sangat penuntut. Pun ketika dalam kondisi terjepit, Espresso menikam di pikiran bawah sadar penikmatnya untuk bertarung, dengan taruhan tak terbendung. Jadi siapa pemesan Espresso ?
Maka di sore yang sedikit lembayung itu, dua manusia memasuki coffee shop yang sudah dijanjikan.
"Kamu gimana sih, masih mau lanjut nggak? kalau iya buruan." bercelana kain coklat berkemeja hitam panjang digulung rapi berseru-seru dengan lawan bicaranya.
"Kan sudah masuk ke newsroom. Sebentar dong. Negosiasi itu perlu waktu." kilah seseorang diseberang dengan outer denim, berjilbab motif.
"Yaudah pokoknya nggak peduli. Besok pagi sudah harus naik. Kalau nggak, we are left hand." tangannya sambil bersedekap. Sebenarnya ia sangat menunggu respon lawan bicaranya.
Laki-laki berkemeja melambai ke pelayan. Ia melirik buku menu, dan langsung double Espresso.
Buku menu disodorkan ke seberang tempat duduknya, si mbak tanggap dan menyempatkan tersenyum ke pelayan agar mengendurkan tensionnya barusan. Si mbak memilih hot milk chocolatte, sekaligus seporsi churros.
Masih menanti gesture lawan bicaranya, laki-laki itu memandang lurus. Merasa di amati, si mbak merespon dengan mengendik
"Iyaa iyaa. I will" tanpa perlawanan.
Males beradu argumen lagi, si Mbak mengeluarkan HPnya menyalakan wifi dan sibuk official account web series favoritnya, sebuah iklan JBL ID. Merasa terabaikan, padahal sudah bersiap dengan semua amunisi perdebatannya, laki-laki mengeluarkan laptopnya. Sibuk dengan presentasinya yang satu minggu harus dipaparkan ke client-nya.
Web series si mbak tandas. Mbak tersenyum-senyum sendiri melihatnya. Kenapa suasanya sama. Perempuan itu tidak segampang itu ditaklukkan, dikalahkan. Namun pada suatu waktu, ia memang lebih hanya ingin tenang tanpa perlawanan. Kawan di depannya sudah terlalu jenuh untuk didebat. Dibiarkannya saja mengomel ria. Ia hanya akan balik mengiya. Kadang ketika memang lelah, ia ingin sekali meledak. Namun ia tahu, dimana pun posisinya laki-laki tak pernah suka di rendahkan di bawah perempuan. Jadi serba salah bukan, namun mengalah bukan tentu kalah. Kata cerita yang sudah ditandaskan.
Pelayan datang membawa nampan.
"Permisi mas, double Espressonya" mas pelayan menjulurkan gelas berwarna hitam
"Silahkan mbak, hot milk chocolatte" mas pelayan tersenyum menyodorkan gelas berwarna coklat pekat.
Tiba tiba mbak tersentak dan dalam batin berkata
"Jika Espresso dicampur Choco menjadi Mochacino. Mengapa kita tidak mencoba?" sambil tersenyum melirik lawannya dari ujung matanya.
Komentar
Posting Komentar