Langsung ke konten utama

Titik Titik Rekonsiliasi



Telfon berdering agak lama. Nada tunggu jawaban di ujung tak segera berakhir. Detik detik yang menyebalkan terulang lagi. Hari itu ada perjalanan jauh yang harus ditunaikan. Namun naas, di detik akhir pemberangkatan orang yang ditunggu untuk mengantar tak datang. Bisa sebenarnya, mencari pengganti yang mengantar kepergianku. Namun enggan, kepergian ini harus diantar olehnya.

Selang beberapa menit. Tergopoh-gopoh seseorang berlari. Dari arah berlawanan, ia bermuka masam. Jaketnya terbuka tanpa dipasang zipper-nya. Motornya terparkir sembarang. Sedang yang menunggu? Mendaratkan badan sepenuhnya kembali ke sofa. Bawaan yang harus dibawa, tersebar di sekitarnya. Bola mata melotot melihat kedatangan orang yang harusnya sudah belasan menit lalu. Di hati sudah membuncah, ingin berkata panjang lebar lagi tinggi.

Maaf adalah sebuah kata pertama yang meluncur dari orang yang ditunggu sejak tadi.. Selanjutnya adalah rangkaian penjelasan. Penjelasan yang sebenarnya sudah malas untuk diperdengarkan. Toh, penjelasannya tak merubah waktu yang telah berlalu. Penjelasannya tak membuat kereta yang sudah melaju berhenti. Penjelasannya tak membuat keadaan kembali pada sedia kala lagi.

Bukankah Tuhan menciptakan kita dengan dua pasang telinga ? untuk mendengar lebih lama. Bukankah Tuhan menciptakan kita cukup dengan satu lisan saja? karena untuk mencegah kita terlalu banyak bicara

Dengan sabar paripurna, penjelasan demi penjelasan diperdengarkan. Meski yang menyimak sedikit membuang muka, namun apa bedanya mendengar dengan lapang dengan sempit. Toh sama-sama sudah terjadi. Maka dengan menggeser sedikit rasa sebal menjadi rela, rasa bosan menjadi biasa, rasa enggan menjadi sayang, dengan begitu akan ditemukan bedanya.
Setelah penjelasan-penjelasan tersebut usai, yang ada hanya tersenyum di antara keduanya. Bahkan dengan entengnya, pihak yang terlambat menawarkan mengganti tiket perjalanan. Membereskan barang bawaan. Mengkomunikasikan ke pihak panitia kegiatan karena keterlambatan. Masih ditambah menyelipkan sebatang mawar.
Esok masih ada kereta lain, perjalanan yang harus dilajukan hari itu masih bisa dinegosiasikan. Namun jika sejak tadi emosi yang dipaksakan dan penjelasan-penjelasan dari pihak yang terlambat tertolak, maka mungkin sungguh tak akan ada lagi romansa setelahnya yang menjadi bonding sebuah hubungan.

Kau tau apa yang membuat hubungan lebih erat ?

Bukan sebuah hubungan yang tanpa ujian, yang gitu gitu aja. Ya, hubungan yang sehat adalah yang pernah ada tengkar, air mata, kecewa, rapalan pinta maaf dan mohon welas asih dengan tujuan tak lain tak bukan hanya  untuk saling memperbaiki satu sama lain.
Pasca batalnya perjalanan hari itu, terbit cerita lainnya dengan episode yang tidak biasa. Kau tau apa ? pihak yang terlambat setelah dimengerti penjelasannya menjadi pihak yang tak pernah terlambat. Pihak yang terlambat menjadi pihak yang lebih dulu mengulurkan tangan meringankan beban. Pihak yang didengar penjelasannya menjadi labuan keresahan.
Sungguh, mengakomodir kesalahan lawan muamalah kita dalam setiap hubungan harus dilatih dengan seni sendiri. Dengan begitu akan tercipta sebuah momen titik titik rekonsiliasi.
Kau tau apa yang terjadi ketika dua pihak berperang agar tak terjadi kerusakan lebih besar ? kedua pihak melakukan rekonsiliasi. Pihak yang kiranya lemah akan menawarkan sebuah penawaran yang ‘mungkin’ akan meluluhkan pihak yang kuat. Dalam analogi peperangan, mungkin ada pihak yang memilih berperang, ada pula yang mengaminkan proses rekonsiliasi. Dengan proses rekonsiliasi, kedua belah pihak memiliki waktu dan tenaga yang lebih hemat untuk menyelesaikan sengketa di keduanya.
Berkaca dari proses rekonsiliasi perang, wujud membeli tiket baru, menyiapkan kejutan bunga, mengkonfirmasi panitia adalah titik titik rekonsiliasi yang dilakukan. Sebagai pihak yang ‘kuat’, ketika titik titik rekonsiliasi itu sedang dirajut oleh pihak yang ‘lemah’, maka jangan kau abaikan kekecilpun titiknya. Kau tau? Bagaimana tekanan pihak yang ‘lemah’ mengusahakan titik rekonsiliasi tersebut di hadapan yang ‘kuat’ sedang dirinya sebenarnya sudah menjadi pihak yang ‘lemah’ karena kesalahannya atau memang lemah seharfiah definisinya. Tak semudah itu Esmeralda ! Sebagai pihak yang “kuat” pun jangan jumawa, karena kau tak tau kapan roda berputar. Jumawamu tak kan membuatmu mulia.

Jika titik itu berupa tutur kata, maka sediakanlah telinga. Jika titik itu berupa tindakan, haturkan terima kasih atas apa yang telah dikerjakan. Jika titik itu berupa janji, lapangkanlah untuk memercayainya. Jika titik itu berupa barang, manfaatkanlah barang itu seperti kau akan sangat sedih jika kehilangannya.
Titik titik itu akan menjadi sebuah garis, jika antar pihak saling bekerja sama  mengeratkannya. Berbeda jika titik titik itu diabaikan serta merta, percayalah tak akan pernah tercipta garis perbaikan setelahnya.
Maka jangan heran, setelah melihat orang tua beradu mulut, salah satu keduanya akan memasak enak atau memberi uang belanja yang lebih. Maka jangan heran, setelah teman kantor telat mengirim hasil kerja kelompoknya, akan ada jajan mendarat di cubicle tanpa diminta. Maka jangan heran, setelah sahabat karib kita berbohong untuk pergi dengan temannya yang lain, akan ada ajakan nonton dibayarin pula. Itulah titik titik rekonsiliasi yang dibangun mereka.

Salah antar circle adalah niscaya
Tugas kita hanya mendewasakan proses mengorganisir kesalahan itu
Asal masih dalam aturan yang Maha Kuasa
Dengarkanlah penjelasannya
Kembalilah percaya
Sambutlah titik titik rekonsiliasinya
Kau tak pernah kan menyangka hasilnya


 “Hari ini gue pergi pagi banget. Rumah sudah rapi. Barang sudah siap. Uang di atas meja” adalah contoh nyata dari titik titik rekonsiliasi semesta !


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Big Why Rumah Flava : Inspiring Empowering

Simon Sinek pernah berdiri di panggung TEDTalk menyampaikan beberapa gagasannya. Gagasannya sebelumnya sudah tertuang dalam bukunya "Start With Why". Dalam presentasinya, Simon membuat sebuah tiga gambar lingkaran, besar hingga kecil. Di lingkaran terluar dia menyebut "What", lingkaran kedua dia menyebut "How" dan lingkaran terdalam dia menyebut "Why".  Tentang why ini menjadi titik terdalam karena memang di banyak gerakan/organisasi hanya sedikit orang yang paham tentang tujuan, tentang keyakinan, tentang muasal pekerjaan kita. Selain itu orang orang hanya bertahan pada tataran apa dan bagaimana. Simon menegaskan bahwa organisasi atau perusahaan yang inspiratif adalah perusahaan yang bisa memastikan mayoritas sumber daya manusianya bisa menjelaskan tujuan mendasar mengapa mereka menjalani aktivitas perusahaannya, bukan hanya soal produk atau layanannya. Sedangkan untuk kepentingan personal konsep The Golden Circle ini juga bisa menjadi panduan k...

Maksimalisasi Trilogi Lingkungan Pendidikan

Maksimalisasi Trilogi Lingkungan Pendidikan Nominasi Essay Competition FORDISTA IAIN Surakarta 2017 Pendidikan menjadi salah satu pembahasan manusia di kehidupan sehari-hari. Di Indonesia digagas beberapa program kerja untuk memenuhi salah satu cita-cita bangsa Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 : mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menurut UU No.20 Tahun 2003 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Melihat fenomena sekarang, anak muda yang menjadi refleksi hasil pendidikan ring 1 banyak yang melukai jati diri pendidikan dengan sendirinya. Dalam tribunnews.com edisi Senin, 24 Maret 2014 disebu...

Guru Gokil Murid Unyu

Guru Gokil Murid Unyu Essay Rampai Bidikmisi IAIN Surakarta 2017 oleh Khoirul Latifah Melihat dari judulnya, mungkin beberapa akan merasa itu seperti judul sebuah buku. Memang benar, ada sebuah buku dengan judul ‘Guru Gokil Murid Unyu’. Buku hasil karya seorang guru di Jogjakarta yang isinya menginspirasi bagaimana menjadi guru yang kelak akan memanusiakan manusia. Ini bukan maksud akan meresensi buku tersebut, namun hanya mencatut judul yang sama untuk beberapa narasi yang senada dengan apa yang menjadi keresahan pendidikan akhir-akhir ini. Pendidikan adalah sebuah ihwal penting dalam hajat hidup. Proses pendidikan banyak diyakini menjadi sebuah tangga perubahan sosial secara vertikal. Melalui pendidikan banyak orang yang dari kalangan bawah menjadi orang kalangan atas. Melalui pendidikan orang biasa menjadi orang berada. Maka tak ayal, pendidikan adalah hal penting bagi manusia. Proses pendidikan jugalah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lain. Untuk hewan, ...