Langsung ke konten utama

Metafor Terbaik

Sore itu hujan lebat. Angin sedikit membersamainya. Orang-orang segera menamcapkan gasnya agar segera sampai tujuannya, sebagian yang tak membawa jas hujan menuduh sambil mendekapkan tangan menebus dingin. Entah bagaimana kerja musim-musim seperti yang diajarkan di buku IPA, tahun lalu cuaca tidak terduga. Suka hujan tiba-tiba dan deras, kadang panas sangat menyengat membuat kulit melegam.

Pada saat orang-orang sedang memacu lajunya, ku tutup rolling door. Angin membuat tampias kesana kemari. Di petak ruang berukuran tak lebih dari 2 x 3 meter, aku ingat saat membeli alasnya, aku berdiam diri di situ menunggu hujan reda. Jika saja tak berangin, pintu masih ku biarkan sedikit terbuka, akan ku nikmati pemandangan parit kecil seberang jalan yang meluap. Genangannya yang lancar membuat tumpukan sampah sebelumnya hanyut seperti kapal. Anak-anak di luar bermain air, berkecipak seru. Tapi, karena tampiasnya masuk ku tutup rapat-rapat. Tiba-tiba gelap. Cahaya meredup. Hanya terang bohlam putih jadul, sedikit menolong samar-samar.

Dimana aku berada ? aku di laboratorium masa depanku. Di sekelilingi bertumpuk buku-buku yang siap menanti dipinang orang orang yang ingin membaca buku. Ada tiga rak besar dan satu meja sedang berisi buku-buku daganganku. Ya, aku seorang penjual buku. Aku menyewa sebuah rumah di ujung jalan, berhadapan langsung dengan jalan. Setiap hari banyak orang lalu lalang melewati ruko tempat laboratoriumku. Ku sebut laboratorium, karena aku menguji coba banyak sebab akibat. Ada komitmen yang sedang diuji, ada cita-cita yang sedang diperjuangkan. Jualan buku hanya sebagai awal, selebihnya masih diramu dalam ventilator Tuhan.

Sambil menunggu, aku bermain gawaiku. Ku balas satu per satu pesan masuk para pelangganku. Sambil asik membalas, tak terasa hujan mereda. Ku buka kembali rolling door agar segera mendapat udara segar selepas hujan. Selepas membuka pintu, aku dikejutkan sebuah hal. Tanaman-tanaman depan pintu, porak poranda diterjang angin dan hujan.

Iya, aku menyempatkan diri untuk menanam beberapa pohon anggur dan bunga di dalam pot. Aku menanamnya agar tak terlalu gersang di depan jalan. Pohon anggurku yang di dalam pot harus kolaps, karena angin terlalu kencang ternyata. Ku ambil kembali pohon-pohon anggur yang bertebaran. Tanah komposnya berserakan di bawah, hanyut pula sebagian. Ku tegakkan kembali.

Menyoal anggur, aku sudah berniat untuk membuangnya. Dulu waktu awal membelinya, ku letakkan di lantai dua dengan harapan lekas besar, daunnya akan menjuntai ke bawah. Satu bulan, meranggas terlalu panas. Matahari pagi yang langsung menyengat membuatnya hampir mati. Ku ambil dari lantai dua, ku taruh lantai satu depan pintu. Hidup segan mati tak mau. Tapi terus saja disirami. Siapa yang menyiram? Bukan aku. Hehe. Partnerku yang paling sabar membantunya terus tetap hidup. Partnerku selalu bilang, semua adalah proses. Seperti laboratorium masa depan yang baru kita bangun, anggur ini sedang mencari unsur hara terbaik yang mampu menjadi alasannya untuk hidup.

Pohon anggurnya terus saja setiap hari sekali disiram air, diajak bicara, dipotret dari berbagai posisi, dijadikan latar belakang mengambil foto produk untuk jualan, dibiarkannya ia tetap tumbuh bagaimana pun bentuknya. Bulan-bulan berikutnya anggur itu sudah mulai menampakkan diri. Muncul banyak cabang yang menghijau. Salah satu dari tiga pohonnya ada yang sudah berbuah hatta kecil. Hanya ada tujuh biji dari setangkai yang berbuah.

Diujung waktu waktu sewa rumah habis, kami menemukan rumah baru untuk menjadi laboratorium kami. Sejak awal memang ku pesan agar mencari rumah dengan sedikit tanah di sebelahnya. Agar anggur-anggur kami bisa lebih mengeskplorasi dirinya untuk meneruskan mimpinya Benar saja, meski tak luas, ada sepetak tanah untuk anggurnya. Langsung saja, anggurnya dipindah ke petak tanah itu, diberi kompos dan pupuk. Sama seperti biasanya, anggur kembali disiram sehari sekali. Merawatnya meski banyak yang mencaci, mana mungkin bisa bertahan kata orang-orang. Anggur terus dirawat, dibuatkan sulur-sulur dari tali agar tumbuhnya bisa lebih besar lagi. Sulurnya dibiarkan menjalar ke atas atap kami. Kami berharap anggurnya memberi keteduhan pada tiap penghuninya. Jika mungkin saja suatu hari, kita bisa memetik buahnya. Tetapi sebelum buahnya kita petik, ku telah bisa memetik hikmah padanya.

Jika saja, apa yang kita kerjakan, laboratorium yang sedang kita bangun tak terus dijalankan, padahal visi misi kita sudah kita bualkan. Maka hanya akan ada rentetan tawa dari mereka-mereka yang pernah mendengar. Jika kita pernah bermimpi akan menjadi bagian dari perbaikan literasi di Indonesia, dengan kiprah toko buku, penerbitan, percetakan, sekolah, bimbingan belajar, konsultan, dosen, dan lain sebagainya dengan banyak cara, maka tugas utama yang harus dilakukan adalah terus berjalan.

Bagaimana pun prosesnya, pahit manis, jatuh bangun, tak tahu menau hingga paham, tertawa ditertawakan, dihujat dipuja sayang, kita harus tetap berjalan. Hidup anggur memberikan metafor terbaik, untuk semua yang sudah dilalui selama ini. Dia pernah hidup segan mati tak mau, hingga kini ranum sulurnya memikat hati. Kelak tugasnya masih panjang, memberi keteduhan untuk para penghuninya dengan tumbuhnya yang lebat. Begitu pun kami yang menjadi tuannya. Masih banyak yang harus dilalui untuk mimpi-mimpi yang pernah dituliskan. Berat memang, tapi semua akan lebih menjadi sesal saat harus menyudahinya di tengah jalan hanya karena cercaan.

 Terima kasih pengingatnya, omelan setiap harinya, terus terus ya

Komentar

  1. terus nulis ya buat kamu sendiri.
    kalau ditanya kapan bukunya cetak? kasih aja buku nikah besok wkwk

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Big Why Rumah Flava : Inspiring Empowering

Simon Sinek pernah berdiri di panggung TEDTalk menyampaikan beberapa gagasannya. Gagasannya sebelumnya sudah tertuang dalam bukunya "Start With Why". Dalam presentasinya, Simon membuat sebuah tiga gambar lingkaran, besar hingga kecil. Di lingkaran terluar dia menyebut "What", lingkaran kedua dia menyebut "How" dan lingkaran terdalam dia menyebut "Why".  Tentang why ini menjadi titik terdalam karena memang di banyak gerakan/organisasi hanya sedikit orang yang paham tentang tujuan, tentang keyakinan, tentang muasal pekerjaan kita. Selain itu orang orang hanya bertahan pada tataran apa dan bagaimana. Simon menegaskan bahwa organisasi atau perusahaan yang inspiratif adalah perusahaan yang bisa memastikan mayoritas sumber daya manusianya bisa menjelaskan tujuan mendasar mengapa mereka menjalani aktivitas perusahaannya, bukan hanya soal produk atau layanannya. Sedangkan untuk kepentingan personal konsep The Golden Circle ini juga bisa menjadi panduan k...

Maksimalisasi Trilogi Lingkungan Pendidikan

Maksimalisasi Trilogi Lingkungan Pendidikan Nominasi Essay Competition FORDISTA IAIN Surakarta 2017 Pendidikan menjadi salah satu pembahasan manusia di kehidupan sehari-hari. Di Indonesia digagas beberapa program kerja untuk memenuhi salah satu cita-cita bangsa Indonesia dalam pembukaan UUD 1945 : mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menurut UU No.20 Tahun 2003 “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Melihat fenomena sekarang, anak muda yang menjadi refleksi hasil pendidikan ring 1 banyak yang melukai jati diri pendidikan dengan sendirinya. Dalam tribunnews.com edisi Senin, 24 Maret 2014 disebu...

Guru Gokil Murid Unyu

Guru Gokil Murid Unyu Essay Rampai Bidikmisi IAIN Surakarta 2017 oleh Khoirul Latifah Melihat dari judulnya, mungkin beberapa akan merasa itu seperti judul sebuah buku. Memang benar, ada sebuah buku dengan judul ‘Guru Gokil Murid Unyu’. Buku hasil karya seorang guru di Jogjakarta yang isinya menginspirasi bagaimana menjadi guru yang kelak akan memanusiakan manusia. Ini bukan maksud akan meresensi buku tersebut, namun hanya mencatut judul yang sama untuk beberapa narasi yang senada dengan apa yang menjadi keresahan pendidikan akhir-akhir ini. Pendidikan adalah sebuah ihwal penting dalam hajat hidup. Proses pendidikan banyak diyakini menjadi sebuah tangga perubahan sosial secara vertikal. Melalui pendidikan banyak orang yang dari kalangan bawah menjadi orang kalangan atas. Melalui pendidikan orang biasa menjadi orang berada. Maka tak ayal, pendidikan adalah hal penting bagi manusia. Proses pendidikan jugalah yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk lain. Untuk hewan, ...