Merajut
Asa, Menggapai Semesta, Bersama Dakwah
*tugasngaji
Dalam menjalani hidup, seseorang
butuh seorang idola. Idola tersebut pastinya seseorang yang memiliki nilai
untuk dianut bagi orang lain. Seperti menjelajahi perjalanan yang panjang, kita
lazim akan menggunakan peta sebagai petunjuknya. Idola dalam kehidupan kita
itulah orang yang akan menjadi peta hidup kita di dunia. Rasulullah SAW telah
cukup menjadi pesona kita dalam menjalani kehidupan. Pesona Rasullah Allah SWT
sempurnakan dengan kesempurnaan lahir dan batin. Rasa syukur haruslah kita
asah, karena terlahir menjadi salah satu umat Rasulullah SAW, yang kelak akan
dinaungin syafaat di yaumul hisab.
Selain karena kesempurnaan
perangainya, kita menjadi umat Rasulullah SAW lebih ditekankan pada kewajiban
menunaikan ajarannya. Seorang Rasul diutus masing-masing membawa misi mulia.
Misi mulia yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW, yang utama adalah
menyempurnakan akhlak manusia. Manusia sebelum Rasulullah SAW diutus menjadi
Rasul, khususnya di Jazirah Arab mengalami degradasi moral. Mereka menjalani
hidupnya dalam kegelapan. Saling memakan harta haram, minum khamr, jual beli
manusia, perbudakan yang tidak manusiawi, mengundi nasib, membunuh bayi
perempuan dan kejahatan-kejahatan moral lain menjadi keseharian masyarakat di
Arab. Dengan kondisi carut marut tersebut, pun juga setelah jarak turunnya nabi
sebelum Rasulullah Muhammad sudah terlalu lama, Rasulullah SAW diutus menjadi
suri tauladan terbaik dan penutup nabi terakhir.
Tugas menyempurnakan akhlak manusia,
dari jahiliyah menuju kondisi terang dengan Islam pada awalnya memang hanya
diberatkan pada tugas Muhammad sebagai seorang Nabi dan Rasul. Setelah beberapa
saat, dimana kekuatan politik Nabi Muhammad sebagai pembawa peradaban baru
bernama Islam di kancah dunia, tugas itu tidak hanya menjadi tugas beliau. Tugas
tersebut juga diwariskan kepada seluruh umat Rasulullah Muhammad untuk saling
menyempurnakan akhlak dengan konsep seruan dakwah. Dengan pewarisan tersebut,
kita yang sudah terpaut jauh dari Rasulullah SAW, masih bisa menikmati indahnya
Islam dengan seluruh syariatnya yang tak terputus.
Apa itu seruan dakwah? dakwah adalah
proses mengajak seseorang untuk melakukan hal hal baik dan mencegah diri dari
keburukan. Prinsip dakwah digunakan Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak
manusia dari sisi gelapnya menuju sisi terang. Dakwah adalah ajakan yang penuh
cinta untuk menjadikan seseorang mengerti dan paham betul tentang agamanya,
ajarannya, syariatnya. Dakwah mengalirkan ajaran yang Rasulullah Muhammad SAW
bawa dulu, yang lebih dari 1400 tahun yang lalu, sampai kepada kita hingga saat
ini. Dakwah jugalah yang melahirkan para pahlawan-pahlawan yang membantu setiap
proses kemerdekaan diri, baik level pribadi maupun negara, karena terinspirasi
dengan konsep ketauhid-an bahwa Tiada yang patut ditunduki, kecuali Lillahi
Ta’ala.
Dengan menjadikan dakwah sebagai
warisan Rasulullah, maka kini kewajiban itu juga menjadi kewajiban
masing-masing umat Islam kini. Dakwah bukan sebuah pekerjaan yang hanya
dilakukan ustad, ustazah, kyai karena tiap kita mengemban misi dakwah sebagai
konsekuensi keimanan kita. Nahnu du’at qabla kulli syai’, kami da’i
sebelum sebagai yang lainnya. Oleh karena itu, dakwah hendaknya selalu mengalir
bersama aliran darah dan tarikan nafasnya. Selalu mengharu biru seluruh
relung-relung jiwanya. Menjadi bagian penting dalam gerak langkah hidupnya. Dengan
begitu apapun profesinya, seseorang wajib membawa misi dakwah tersebut, ter-infused
dalam tiap kesibukan profesinya.
Dalam mengemban misi dakwahnya, seorang
pribadi muslim setidaknya ada beberapa konsentrasi dimana tiap levelnya
disesuaikan dengan kemampuan maksimal yang ada pada dirinya. Konsentrasi yang
pertama adalah nasyrul hidayah, menyebarluaskan hidayah Allah SWT.
Apakah secara qoulan (lisan), amalan (amal), atau qudwatan (keteladanan).
Kedua, nasyrul
fikrah, menyebarluaskan idealisme agar masyarakat memiliki semangat
perjuangan dan dukungan kepada kehidupan yang lebih islami.
Ketiga, menggiatkan
aktivitas amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar. Aktivitas
ini tidak selalu harus berbentuk ‘kerjakan ini’, ‘kerjakan itu’, ‘jangan ini’,
atau ‘jangan itu’. Tapi termasuk pula bentuknya adalah berupaya melakukan
konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di
tengah-tengah masyarakat agar memberikan kemaslahatan bagi umat, bangsa, negara,
kemanusiaan, dakwah, dan sebagainya serta melakukan langkah-langkah
minimalisasi atau mempersempit ruang gerak kemungkaran.
Keempat, memelihara
identitas masyarakat Islam. Simbol-simbol keislaman harus dimunculkan, apakah
yang bersifat fisik (bangunan masjid, mushola, madrasah, dll) atau aktivitas
(pendidikan Islam, majelis ta’lim, film islami, dll). Idealnya symbol-simbol
yang yang dimunculkan itu selaras pula dengan (tradisi masyarakat) yang
tidak bertentangan dengan syariah Islam, agar masyarakat dapat terkondisikan
dan menerima Islam dengan senang hati
Mengapa disesuaikan dengan
kesanggupan maksimal seorang muslim, karena Allah SWT pun tidak memberikan
beban melebihi batas maksimal hamba-Nya
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat
(pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami,
ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah
kami menghadapi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 286)
Sebagai
milenial, kita pun memiliki kewajiban untuk berdakwah dan kelak akan ada
hisabnya. Milenial bukan menjadi sebuah excuse untuk berhenti dari
kontestasi peran untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ada banyak
hal yang bisa kita lakukan sebagai milenial muslim untuk berkomitmen dan tumbuh
bersama dakwah. Kita juga bisa memiliki cita-cita mulia, syahid di jalan Allah
tidak harus dengan mengangkat senjata. Kita bisa meraih cita-cita mulia itu
dengan mengaktifkan seluruh sumber daya yang kita punya untuk jalan dakwah
sesuai kapasitas dan orientasi hidup kedepan kita.
Dakwah adalah
panggilan jiwa
Kita hidup tak
lebih dari 24 jam sehari, 7 hari sepekan, 12 bulan setahun, dan rata-rata usia
manusia sekarang hanya seperti Rasulullah SAW, kisaran 60-70 tahun. Selanjutnya
yang kekal adalah akhirat. Untuk mempersiapkan akhirat yang kekal, kita bisa
menggunakan hidup kita di dunia yang sementara dengan mengambil peran dakwah
seluas-luasnya. Jaminan kebaikan dan kekekalan akan diraup oleh para penyeru
dakwah.
“Sesungguhnya
Allah memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi,
sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang
mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Turmudzi)
Untuk
itu di momentum akhir tahun, kita akan menyonsong awal tahun pantaslah kita
bertanya pada diri sendiri, apakah sudah apa yang telah kita kerjakan membawa
pesan-pesan dakwah. Apakah rencana-rencana yang kita tulis, akan menjadi jalan
dakwah bagi kita sendiri. Karena dunia terlalu sementara, hidup cuma sebentar
apa sih yang akan kita kejar? Dakwahlah yang akan menjadi pengenang, pengekal
narasi hidup kita tak hanya untuk dunia. Kita lampaui sekat ruang dan waktu
dengan memberikan ruh dakwah setiap kerja-kerja kita.
Izinkan
berbagi bagaimana kelak akan membawa diri ini masuk dalam kumparan orang-orang
yang berjalan di jalan Allah, dengan dakwah, dengan usaha menghidupkan mimpi.
Rumah itu terang
Di setiap petangnya didarasnya
firman-firman Tuhan
Selepas pukul delapan melingkar kita
belajar bersama
Tentang surga, neraka, pahala, dosa,
dunia bahkan politik dunia
Anak-anak kami mengerti mengapa
lampu tetap
menyala hingga malam kelam
Sebab abuyanya
sedang menyelami hikmah,
agar esok bisa
diajarkan pada mereka selepas subuh
Di pagi yang
masih dingin, kala orang masih sibuk dengan mimpi
Ada barisan
rukuk dan sujud berjajar rapi
Semua orang di
rumah itu tenggelam dalam harapan-harapan
pada Tuhannya
Anak-anak kami
telah faham,
tak ada yang
lebih mampu disebut untuk setiap pintanya
Ketika matahari
mulai menyingsing di ufuk timur
Geliat pasar
riuh ramai dengan berbagai seloroh
Kami segera
mengambil daftar kerja-kerja hari ini
Mana kerja
untuk diri sendiri, mana kerja untuk Illahi Rabbi
Anak-anak kami
telah menjiwai,
Bahwa dunia tak
lebih panjang dari rel kereta depan rumah kami
Hanya dengan
niat illahi Rabbi,
Kita akan
melampaui batas hingga akhir nanti
Rumah-rumah
kami kan menjadi saksi
Kebaikan-kebaikan
apa yang bertepi, tertambat pada impian kita yang telah kami patri
Rumah kami,
Akan membawa
rasa
Teduhnya tak
membutakan dunia
Panasnya tak
melenakan surga
Di usia hampir seperempat abad,
komitmen yang dibangun untuk meneruskan dakwah tak hanya seperti seruan
mengajak berangkat pengajian, menyingkirkan duri di jalan atau menebas senyum
untuk sedekah. Ketika memasuki dunia kerja, membawa misi dakwah di dalamnya
agar tetap terjaga lillahi Ta’ala. Ketika memilih pasangan nanti, perhatikan
untuk tetap memilih ‘dia’ yang sevisi misi menghibahkan masa depannya untuk
mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Ketika besok mendidik anak-anak
keturunan, elok kiranya sudah menanamkan bahwa dakwah adalah kewajibannya hatta
masih belia. Ketika bermuamalah dengan orang tua, dengan santun dan tak
menggurui, menyampaikan bahwa dakwah-lah yang akan menyelamatkan dirinya dari
siksa api neraka. Ketika besok bermasyarakat, mengkampanyekan dakwah dalam
bersosialnya dengan cara-cara yang Rasulullah ajarkan. Begitu seterusnya,
hingga maut menjemput kita.
Referensi
https://intimagazine.wordpress.com/2010/05/09/nahnu-du%E2%80%99at-qobla-kulli-syai%E2%80%99/
Komentar
Posting Komentar