Ini sudah syawal kesekian. Setelah dirasa cukup besar, bulan Syawal bagi sebagian orang akan menjadi teror yang sedikit mengganggu tarikan nafasnya. Ya bagi sebagian orang sih, tidak semuanya. Dari sekian dikit orang itu, mungkin Kania salah satunya. Mengapa sebab ? bukan. Bukan seperti benakmu yang ada banyak list pertanyaan “Kapan”. Keresahan Kania bukan muasal dari kapan yang sama dipertanyakan dengan yang lain. Kania meresahkan betapa membosankannya jika lebaran, pertemuan demi pertemuannya hanya diisi dengan percakapan jemu. Uluk salam, salaman, tanya kabar, pertanyaan kapan, selebihnya dipenuhi saling merunduk main gawai, atau sibuk mengunyah kudapan.
Satu dua tiga mungkin asik, namun
lama-lama tak bakal lebih dari seputar membahas saudara satu dengan yang lain,
mengupas tuntas masalah keluarga yang harusnya sudah tak pantas lagi dibahas di
pertemuan nan fitri itu, mengampuni kebiasaan ibu-ibu bahkan bapak-bapak juga
kadang ketika forum sudah jadi satu.
Kania yakin, tak akan banyak yang
membahas sesuatu yang solutif, ndaging, dan penting. Jika membahas
pekerjaan, Kania pikir tidak akan bisa. Forum yang random seperti itu tak akan
sefrekuensi dengan rentang waktu yang lama. Karena apa ? dalam kumpul keluarga
yang ramai itu, ada banyak orang dengan personal yang beda, background
sosial-pendidikan-ekonomi-pengalaman yang beda pula. Kesamaan yang dimiliki
meski masih kerabat, semakin lama semakin kecil. Kita gak bisa memungkiri, kita
sendiri pun jika bertemu dengan teman kita meski seangkatan tapi lama dan
berbeda background sering kehabisan bahasannya.
Terus gimana? Sibuknya pada manjat
sosial. Berfoto bersama, unggah. Makan bakaran bareng, unggah. Piknik ramai,
unggah. Rutinitas yang berulang-ulang, bermakna sepekan lalu pudar, hanya
mengendap di Igs atau WA stories. Emang ga boleh ? boleh. Tapi bagi Kania,
mengapa hanya sebatas itu? Mengapa momen besar itu tidak bisa menjadi sesuatu
yang lain ? Apa ini hanya alam bawah sadar Kania yang terlalu banyak makan
teori? Tidak menurutnya. Sebab masih ada lingkaran-lingkaran yang bernuanasa
keluarga besar dalam daras dan bahasnya selain hanya bertukar kabar,
berkelakar, main petasan, mereka membahas sesuatu yang syarat makna. Hajat
hidup orang banyak, umat manusia.
Hidup hanya sekedar, apa sih yang Lo
kejar ?
Setiap teringat itulah, Kania
semakin sering mengkontemplasikan apa yang ia lakukan, ia kerjakan dan ia
iyakan. Sebab semakin dewasa, gerak kanan kiri butuh konsekuensi. Bagaimana
hubungan dengan umat manusia ?. Kania
percaya, dari apa yang sudah guru-guru Kania ajarkan, kita adalah bagian dari
keumatan itu sendiri. Tingkatan kita hidup minimal sebagai diri sendiri,
berkeluarga, dan bermasyarakat. Diri kita yang satu ini, tidak serta merta
terlepas dari dua circle selanjutnya. Jika sebagai diri sendiri
seseorang sudah memperbaiki diri sendiri, selesai dengan urusan pribadinya,
maka sudah saatnya ia segera membentuk circle keluarga. Mengapa ? karena
jelas nantinya keluarga-keluarga yang ada itulah nanti menyuburkan masyarakat.
Dengan sequence seperti itu, maka kiranya dibutuhkan pengaturan
bagaimana kita men-setting bagaimana dari diri sendiri yang unggul,
terbentuk keluarga yang memiliki genial keluarga yang mumpuni, serta masyarakat
yang adil.
Bicara tentang rencana berkeluarga, mungkin saat- saat ini memang prime timenya. Jika dilihat dari rentang usia, banyak teman teman Kania sudah menikah. Kania kapan ? Kania masih punya mimpi yang belum kesampaiaan. Sebenarnya apa mimpi Kania, bukannya sudah bisa S2, sudah punya usaha? Kania menunggu orang yang bisa diajak membuat genial keluarga yang tak hanya punya orientasi keluarga sementara. Kania ingin keluarganya riuh ramai dengan percakapan penuh esensi. Kania ingin laboratoriumnya muncul ilmuan, ahli ibadah, pemerhati sosial, seorang influencer, yang melanjutkan cita-cita Kania dan pasangannya.
Jika hanya dirasa pantas, banyak yang pantas. baik agama baik malnya. namun belum ada hingga sekian purnama yang mendermakan hidupnya untuk menuju jalan yang sama.
Hingga pada akhirnya dewasa tak hanya tentang banyak mengiyakan semua yang datang. Malahan kita lebih dikonsep banyak meng-excuse diri
Komentar
Posting Komentar