Siapa musuh terbesarmu ? Menurutku musuh terbesarku adalah diriku sendiri. Aku sering berdebat amat sangat panjang dengan diriku sendiri, hingga lelah menghampiri.
Perdebatan itu bukan hanya soal makan apa hari ini, tapi hingga kamu mau bersikap seperti apa di depan orang yang akan kamu temui. Mimik muka apa yang harus kamu hadirkan untuk mereka, kata apa yang penting kamu ucapkan saat berbincang, dan aksi apa yang akan tangan dan kakimu ayunkan.
Aku gak bisa berbohong. Aku tidak suka yang berabu-abu. Aku tidak bisa terlalu banyak pura-pura. Bahkan dengan orang yang setiap hari ku temui. Jika memang harus mengerti, aku sudah mencoba memberikan pengertian-pengertian itu dengan caraku.
Akhir akhir ini aku lebih sering berdebat panjang dengan diriku sendiri. Seakan ada dua makhluk yang mengelilingku, berlawanan.
The Left
"Kamu, emangnya mau sampai kapan seperti ini?. Bekerja dengan penuh kewajiban dengan hak yang terbatas. Apa kamu mau seperti katak dalam tempurung di dunia yang sama setiap hari. Kamu terlalu sering menangis ketika pulang. Kamu terlalu sering menghela nafas setiap perjalanan perginya. Kamu terlalu banyak dikecewakan. Kamu bahkan terlalu banyak meninggalkan hal yang sejak dulu kamu idamkan. Kamu bahagia ga sih ?"
The Right
"Ya iya sih capek, nangis, kecewa, tapi aku senang kan ?Aku tetap menjalankan apa yang sudah disepakati kan? Aku gak mau menjadi orang yang tidak konsisten. Apalagi sejauh ini yang ku hasilkan baik baik saja."
The Left
"Ah masak, kamu tidak sedang pura pura kan?. Jangan jangan kamu sedang menjalani ini karena seseorang. Aku tau seberapa pedulimu dengan dia. Padahal belum tentu dia akan memperlakukan sepertimu. Iya kadang dia juga baik, tapi tak pernah sebaik kamu dengannya. Coba seberapa sering kamu harus meminta, hal yang menjadi hakmu. Sedangkan di saat yang sama, dia memperlakukan orang lain lebih baik dari dirimu sendiri"
The Right
"Ah enggak, semua sudah sesuai keperluannya. Aku mau berbuat baik, ya udah karna emang mau baik aja. Kebetulan ada banyak hal yang harus ku bantu. Aku percaya semua akan balik ke aku. Tinggal timingnya aja."
"Soal aku tetap berusaha walau banyak kekurangan di dalamnya, yaa karna aku sedang berusaha menjadi orang yang konsisten apa yang sudah diiyakan. Aku ga mau berlari begitu saja, lagian sudah banyak kelindan takdir di dalamnya.”
The Left
“Kamu sudah terlalu baik. Cukup,ingat kesehatan mentalmu. Inget kamu punya batas waktu. Kamu sudah terlalu banyak meninggalkan yang menjadi impianmu sendiri. Sedang jalan ini, terlalu banyak beririsan dengan mimpi orang lain. Kamu sekarang sering kan harus menyelaraskan impian? Kamu mau begini, tapi realitas harus begitu. Dunia di luar terhampar untukmu, kenapa kamu mau-mau saja terkurung di dunia yang kecil itu.”
The Right
“Heh! Enough. Asumsi yang terlalu liar untuk dikatakan. Ini kecil, tapi suatu saat akan besar. Yang sedang berjalan saat ini pun banyak dari doa-doa yang dulu kita panjatkan bukan? memiliki dunia kita sendiri. Menjadi seorang yang berdaya dan pelindung para mustad’afin. Para mustad’afin tak melulu orang yang meminta-minta di luar sana. Mengakomodasi teman teman kita yang disorientasi masa depan pun sungguh sebuah usaha bagian dari cita-citamu bukan. Mereka tergantung keputusan-keputusan kita”.
The Left
“Iya sih tapi bukannya itu berat? Bukankah lebih baik kamu menguatkan dirimu sendiri dulu hingga kamu benar-benar nyaman dan selesai”
“Kamu terlalu banyak mengalah. Sudah berapa banyak kewajiban yang telah kamu tunaikan tak sebanding dengan hak yang kamu dapatkan. Kamu lupa banyak kejadian yang membuatmu harus menangis, mempertahankan muamalah ini?”
“Hingga hak-hak dan kepemilikan mu terintervensi. Contoh kecil saja, bahkan hingga sekarang kamu ga punya HP sendiri. Hp kamu rusak, kamu ga bisa beli hape sendiri. Ga bisa beli kenapa? Karna kamu ga punya jajan sendiri. Kamu ngalah terus. Sedangkan kamu sudah terlalu sering memperhatikan orang lain, yang ga kembali memperhatikanmu. Apalagi ketika kamu baik sama dia, tapi malah dia peduli sama orang lain. Sepeduli apa dia denganmu? Dia malah lebih peduli bukan sama temanmu. Gak ada HP diurus, Gada motor dikasih, bahkan urusan rumah tinggal dipikirkan.”
“Sedang kamu? mau beli bensin aja kadang ga punya, Hp harus pakai hp admin, mau beli skincare harus debat kalah jajak pendapat. You are too much dud”
The Right
“Kamu sedang cemburu atau apa sih? kok menyulut-nyulut gitu. Udah gini aja ya. Mungkin memang Allah itu tau kalau kita itu mampu sendiri, tanpa perlu perhatian, dipenuhi haknya oleh orang lain. And literally kita itu overqualified kalau cuma disuapi. Kita kan miss Independent. Kamu lupa?”
“Bukannya itu lebih membuat kita berdaya?”
“Cmon. Sudahi saja merutukinya. Semesta akan terus mengafirmasi doa doa kita. Imajinasi kita terlalu luas jika hanya dibiarkan untuk menghakimi yang tak kita dapat. Kita akan mendapati dengan kaki dan tangan kita sendiri. Tak perlu merasa hidup tak adil. Hidup yang tak adil mengajarkan bahwa jangan sampai kita berhenti memperjuangkan keadilan. Lagian satu hari nanti pas akan ada yang merengkuh kita dalam sebuah keadilan. Ada yang peduli. Ada yang mengerti. Ada yang mengakomodasi. Kita bukan lahir sebagai objek sebuah sistem, We are the creator one. “
The Left
“Kamu terlalu banyak bercanda, sedang kamu sudah terlalu banyak menangis”
The Right
“Masih ada banyak hal yang di gapapain kata Paus :p”
*****
Mereka berdebat panjang, aku yang pusing tujuh keliling karena jadi overthinking. Sepersekian menit kemudian aku tertidur hening
Komentar
Posting Komentar