8 Juli 2018
---
kau
kau lelaki rimbaku
Telah tersesat sudah aku pada kebelantaraan rasa
Bebas, menjadi diri sendiri dalam mengkisahkan alur cintaku
Lebat, menambatkan asa asa kehidupan kehidupan kemudian
Di batas katastrop, terduduk ku mengagumi lagi dan lagi
Aku tak tahu bagaimana ku telah tersesat
Dalam rimbamu aku berani menggenapkan idealismeku
Tak perlu ku ragu, serapah orang karna ku dalam kebelantaraan
Aku tak juga pula takut lapar duniawi
Karna Sang Gusti telah cukupkan lapar dan dahaga dalam jamuan sang wana
Setahun kemudian
2019
Hamparan rimbamu
Haram
Untukku jejak.
Menjemba humus, tanah lapis kedua tak patut pun
Ada Cendrawasih
Ada Ayam Bekantan
Ada Anoa
Ada Raflessia
Rimbamu penuh dengan kemahsyuran
Secara tak sengaja, sepincing mataku mengekor nirwana
Pada curug yang menyegarkan silap, pelangi membungkus semakin membuat jelita
Di atas katastrop melintas
Sekawan Elang.
Tatap matanya tajam seakan berseloroh 'Hei, kamu gadis macam apa?'
Belantara menggemakan suara tak nampak indra
Puluhan tentara menjaga rimbamu. Mereka adalah makhluk fana
Yang berupa bebat kecewa, air mata penghabisan, keinginan dendam, bahkan ada angan menikam
Dengan tapak kakiku yang kosong, tanpa alas
Bagai pandir yang berjalan terseok seok
Ibarat kata hanya pucuk kaktus
Diriku berharap
Sudikah, rimbamu menerima kehadiran ku?
Ada titah yang ku adukan
Aku ingin kehidupan seperti rimbamu
........
Masuklah kedalam rimbanya
sebab tak ada rimba yang perlu izin
Bagi seseorang menjejakinya.
telah kupesan pada curugnya:
Sambutlah, akan ada yang datang
membawa segala napas yang berat
untuk disucikan di padasan
Melunaklah riam-riam sungai
untuk basuhan wudu paling sejuk
sebab wajah itu
menantikan sesuatu...
..........
Apakah rimba yang ku inginkan, semudah itu mengabulkan pesan curugnya?
Dia adalah belantara yang tak pernah ku tau ujung fikirnya.
Bebas, dibawanya Elang mengitari pojok pojok pasak.
Menjaga jantung rimbanya
Luas, terhampar hingga tak pernah ditemukan arah mata angin mana yang benar
Dalam, Ngarai ngarai yang digali dengan energi ingin memerdekakan diri.
Rimba yang ku impikan, adalah tanah yang bergerak
Atas dasar pemahaman
............
Bukankah rimba terbaik
adalah yang tak kau tahu di mana batasnya
arah mata angin adalah ilusi. Ke mana pun kau menghadap
di sanalah bahu-bahu hutan menyambutmu jua
lalu kabut akan memeluk. Kabut
Akan memandikanmu dari kekotoran luar hutan
sementara, segala bunga-bunga terbit dari mana saja
ia menyambut cinta yang baru saja meruah
dari segala sesuatu yang kau ceritakan
..........
Aku hanya perempuan kecil, tak beralas kaki
Kering seperti kaktus
Tak tau akankah aku bisa hidup dalam rimba itu, dengan segala kebaikan alam yang ada padanya
Bagaimana aku bisa menyambut, jika membaui wewangian mahkota bunga bermekaran pun, para tentara rimbamu mengendik senjata tertodong
........
Rimbaku, rimba yang menyediakan segala jaminan untuk kehidupan
sebab segalanya masih belum diubah, sebagaimana asalnya
Masuklah lebih dalam. Jangan ragu-ragu
Biarkan semuanya terbiasa
Bermain-mainlah dengan kecepatan daun gugur
atau tertawalah bersama kumbang-kumbang
Yang menjatuhkan sembarang kembang
di sembarang sungai.
......
Puisi cikgu dan muridnya
---
kau
kau lelaki rimbaku
Telah tersesat sudah aku pada kebelantaraan rasa
Bebas, menjadi diri sendiri dalam mengkisahkan alur cintaku
Lebat, menambatkan asa asa kehidupan kehidupan kemudian
Di batas katastrop, terduduk ku mengagumi lagi dan lagi
Aku tak tahu bagaimana ku telah tersesat
Dalam rimbamu aku berani menggenapkan idealismeku
Tak perlu ku ragu, serapah orang karna ku dalam kebelantaraan
Aku tak juga pula takut lapar duniawi
Karna Sang Gusti telah cukupkan lapar dan dahaga dalam jamuan sang wana
Setahun kemudian
2019
Hamparan rimbamu
Haram
Untukku jejak.
Menjemba humus, tanah lapis kedua tak patut pun
Ada Cendrawasih
Ada Ayam Bekantan
Ada Anoa
Ada Raflessia
Rimbamu penuh dengan kemahsyuran
Secara tak sengaja, sepincing mataku mengekor nirwana
Pada curug yang menyegarkan silap, pelangi membungkus semakin membuat jelita
Di atas katastrop melintas
Sekawan Elang.
Tatap matanya tajam seakan berseloroh 'Hei, kamu gadis macam apa?'
Belantara menggemakan suara tak nampak indra
Puluhan tentara menjaga rimbamu. Mereka adalah makhluk fana
Yang berupa bebat kecewa, air mata penghabisan, keinginan dendam, bahkan ada angan menikam
Dengan tapak kakiku yang kosong, tanpa alas
Bagai pandir yang berjalan terseok seok
Ibarat kata hanya pucuk kaktus
Diriku berharap
Sudikah, rimbamu menerima kehadiran ku?
Ada titah yang ku adukan
Aku ingin kehidupan seperti rimbamu
........
Masuklah kedalam rimbanya
sebab tak ada rimba yang perlu izin
Bagi seseorang menjejakinya.
telah kupesan pada curugnya:
Sambutlah, akan ada yang datang
membawa segala napas yang berat
untuk disucikan di padasan
Melunaklah riam-riam sungai
untuk basuhan wudu paling sejuk
sebab wajah itu
menantikan sesuatu...
..........
Apakah rimba yang ku inginkan, semudah itu mengabulkan pesan curugnya?
Dia adalah belantara yang tak pernah ku tau ujung fikirnya.
Bebas, dibawanya Elang mengitari pojok pojok pasak.
Menjaga jantung rimbanya
Luas, terhampar hingga tak pernah ditemukan arah mata angin mana yang benar
Dalam, Ngarai ngarai yang digali dengan energi ingin memerdekakan diri.
Rimba yang ku impikan, adalah tanah yang bergerak
Atas dasar pemahaman
............
Bukankah rimba terbaik
adalah yang tak kau tahu di mana batasnya
arah mata angin adalah ilusi. Ke mana pun kau menghadap
di sanalah bahu-bahu hutan menyambutmu jua
lalu kabut akan memeluk. Kabut
Akan memandikanmu dari kekotoran luar hutan
sementara, segala bunga-bunga terbit dari mana saja
ia menyambut cinta yang baru saja meruah
dari segala sesuatu yang kau ceritakan
..........
Aku hanya perempuan kecil, tak beralas kaki
Kering seperti kaktus
Tak tau akankah aku bisa hidup dalam rimba itu, dengan segala kebaikan alam yang ada padanya
Bagaimana aku bisa menyambut, jika membaui wewangian mahkota bunga bermekaran pun, para tentara rimbamu mengendik senjata tertodong
........
Rimbaku, rimba yang menyediakan segala jaminan untuk kehidupan
sebab segalanya masih belum diubah, sebagaimana asalnya
Masuklah lebih dalam. Jangan ragu-ragu
Biarkan semuanya terbiasa
Bermain-mainlah dengan kecepatan daun gugur
atau tertawalah bersama kumbang-kumbang
Yang menjatuhkan sembarang kembang
di sembarang sungai.
......
Puisi cikgu dan muridnya
Komentar
Posting Komentar