......untuk sebuah kemenangan yang tertunda
Nata
sudah tiba dua hari lalu di London. Ia masih harus bergolek lemas di kasur di
apartemen tantenya. Nata masih mengajak Vio. Vio dengan cepat mengiyakan ajakan
Nata untuk ke London. Kata Vio ‘taken for granted’. Tante Nata
menyelesaikan S3 dan bekerja di tempat bonafide di london. Menguasai ilmu
hukum, bekerja di pengacara internasional membawa angin segar juga bagi Nata
sebagai keponakannya. Apartemen sepi, hanya Nata masih dengan pucatnya dan Vio
masih bergumul manja di samping Nata karna dingin juga. Nata jetlag setelah
perjalanan udara hampir 18 jam.
Di
luar kamar, tante sudah menyiapkan sarapan untuk Nata dan Vio. International
menu, kecuali kecap asli Indonesia. Pukul 08.30, Vio keluar kamar dan mulai
menyeruput teh yang sudah dingin. Nata
terhuyung mengikuti Vio. Hari ini Nata harus sembuh. Besok adalah waktu yang
sudah ia tunggu sepersekian waktu. Dengan penuh rasa. Dengan segenap hati.
Dengan komposisi yang istimewa. Nata memantabkan diri untuk menjemput separuh
hatinya. Nata bukan tipe yang mau semua dilakukan, tapi jika ia mau semua ia
lakukan. Nata mandi, dan menyusul
sarapan.
Sore
hari di London. Nata dan Vio keluar dari apartemen. Mereka menaiki trem menuju
alamat tante bekerja. Tadi selepas dhuhur waktu London, Nata mendapat pesan
untuk menyusul tante. Tante akan mengajak Nata dan Vio makan di luar. Sekaligus
modus Nata untuk meminta panduan ke tempat yang besok ia tuju. University of
London. Stasiun trem yang dituju berjarak sektar 100 meter dari apartemen. Nata
dan Vio tak kesusahan membayar karna tante sudah men-top up ID Nata
dengan paket trem. Cashless life style. Menuju stasiun alamat kantor
tante, Nata dan Vio kembali asik dengan perbincangan masih dengan bahasa
Indonesia.
Pagi,
18 Agustus 2018. Indah bukan urutan tanggalnya. Akankah akan menjadi hari yang
indah pula bagi Nata. Seharusnya iya, karna keindahan itu tergantung dari mana
ia berpijak. Meski penuh air mata, Ibu yang mencium kening anaknya atas
prestasinya pun tetap keindahan. Semoga juga untuk air mata Nata. Pagi betul
Nata bangun. Sudah seperti pagi biasanya ketika Nata akan pergi dengan Vio
berwisata misalnya. Nata sudah siap dengan baju terbaiknya, gaun batik yang ia
siapkan untuk bertemu seseorang yang mampu mengubah senyum menjadi luka. Lara
menjadi tawa. Siapa lagi jika bukan Fathi.
Hari
ini wisuda S2 Fathi. Nata ingin memberi kejutan untuk Fathi. Dengan jarak dan
payahnya jetlag, ia berangan Fathi akan tersenyum lebar dan menghampiri Nata
dengan wajah terpasung kulum. Vio menyesuaikan diri. Kali ini tante mengantar
mereka meski Nata mengotot ingin sendiri berdua karna sudah dipandu tante
kemarin. Tante mengerti, jangan sampai Nata terlambat makanya tante mengantar
hingga belokan ke arah London University. Saat semua sudah rapi, mobil civic
keluaran terbaru meninggalkan basement.
Benar
tante mengantar, trem penuh sesak. Hari itu peak of week day. Sudah akan
menuju Russel Square, tante menghentikan mobil menurukan Nata dan Vio. Dari Russel
Square Nata dan Vio akan berjalan karna berjarah dekat menuju area London
University. Dari jauh sudah terlihat sedikit penuh di pintu gerbang. Mungkin
acara wisuda sudah dimulai, tak apa. Nata sudah mengkonfirmasi tempat pertemuan
denga Fathi. Nata sedikit berlari tak sabar, Vio gemas mengejar. Di bawah
rindangnya London University, Nata duduk melihat sekitar. Ia tak percaya ia
bisa sampai ke tempat sejauh ini. Mengalahkan ketantrumannya. Mengatasi
Jetlagnya. Demi memenangkan sebuah rasa.
Beberapa
waktu kemudian, wisudawan wisudawati mulai berhambur keluar. Vio sudah gatal
dengan mirrorless-nya. Membidik beberapa orang katanya untuk stock
manusia ganteng dibawa ke Indonesia. Nata membiarkannya. Hingga kemudian detik
menjadi seakan berhenti berdetak. Daun bergugur lebih lebat. Angin berhembus
sedikit kencang. Hingga Nata melihat sekelebat laki-laki sedikit jangkung di
depannya. Nafas Nata tercekat. Bukan, bukan karna ia hanya melihat laki-laki
yang menjadi kunci kemenangan hatinya berdiri dengan toga dan berselempang
CUMLAUDE. Tapi tangan yang menggamit laki-lakinya. Disamping Fathi, dengan
mesra.
Mendadak
dunia gelap
Nata
bangun dengan bentuk yang sudah bukan Nata di pagi hari. Ia menatap nyalang
kepada suster yang mengganti infusnya. Tante hanya bisa melihat pias, terlebih
Vio yang sama terguncang. Nata sudah pingsan hampir sepekan. Kepingsanan Nata
disembunyikan dari orang-orang rumah. Tante tak ingin semua berpikir negatif,
lalu menyusul ke London. Urusan akan lebih panjang. Vio memeluk Nata. Nata
menatap nanar tante. Tante membuang muka karna tak sanggup melihat keponakan
kecilnya harus merasakan itu separah itu.
Wanita
yang menggenggam mesra tangan Fathi adalah istri Fathi. Entah biarkan bagaimana
cerita awal mereka saling mengenal, lalu tak berselang lama Fathi menikahinya.
Fathi memang bukan tipe manusia ganteng ala Eropa. Tapi personality-nya yang
Indonesia banget mungkin mudah mengjerat hati wanita. Hidungnya mbangir, karena
sedikit keturunan Arab. Fathi menikahi Zulfa. Perempuan bermata cantik, dari
Sragen. Ternyata bukan dari jauh Fathi melabuhkan hati. Sragen, sebuah kota
kecil di perbatasan Jawa tengah Jawa Timur bila melewati Solo.
Bagaimana
perasaan Nata dengan Fathi, sebelum menikahi Zulfa. Fathi dan Nata hanya
terjebak dalam sebuah hubungan tanpa status. Friend Zone bisa jadi. Kaka ade zone lebih mungkin
terjadi. Nata anak tunggal, yang manja tulen. Fathi anak kedua dari 4
bersaudara. Sewaktu kecil hingga sebelum Nata pindah ke Lembang, mereka berdua
bagai kaka adik kandung saking dekatnya. Fathi dengan kedewasaannya dan Nata
dengan kekonyolannya. Begitu, tanpa ada kejelasan. Sebuah belenggu perasaan.
Melihat rengekan Nata sebelum Fathi meninggalkan Indonesia, Fathi pikir masih
tangisan Nata seperti biasa. Nata terlalu berharap lebih, tanpa pernah
mengadukan siapakah yang sebenarnya memenangkan hadiahnya.
Sebelum Nata siuman, tante dan Vio memang
bertemu dengan Fathi baik-baik beserta Zulfa, sang istri. Tante sepakat dengan
Vio, bahwa jalan terbaik adalah mediasi. Tak perlu hingga membahas hukum. Vio
menjelaskan semua apa yang ia dengar untuk sebongkah perasaan Nata ke Fathi. Fathi
mengakui memang sejak awal dia merasa Nata mulai bergantung dengannya. Namun Fathi
tak menerima karna ia merasa Nata menjadi adiknya- menggantikan adik kandungnya
yang telah lama meninggal. Perasaan cinta laki-laki dewasa jatuh ke pelukan
Zulfa, bukan Nata. Fathi belum bisa menemukan cara menjelaskan ke Nata. Akhirnya
karna keluarga Zulfa juga sudah meminta kepastian, bak gayung disambut Fathi
mengikat janji.
Tante
faham situasinya. Lalu berpamitan diikuti Vio. Sebelum pergi, tante berpesan
jika Nata sudah siuman Fathi dan Zulfa dipersilahkan menjenguk dengan membawa
semua alasan dan penjelasan kepada Nata. Menyampaikan semuanya. Fathi dan Zulfa
mengangguk setuju. Fathi mengantar kepergian tante dan Vio ke depan lobby
apartemen mereka. Tante hanya menghela nafas, mengapa itulah menjadi alasan dia
masih menyendiri hingga S3-nya.
Nata
masih lemas. Infus sudah berganti lagi kesekian kali. Nata belum menunjukkan
tanda-tanda membaik. Hingga pintu terketuk, ada yang datang. Nata mempersilahkan
masuk dengan suara terbata. Melihat dua orang yang baru datang, Nata langsung
menyingkurkan badan lagi. Ia muak. Mengapa harus mereka datang. Tante dan Vio
belum kembali dari apartemen. Hanya dia seorang dan dititipkan ke suster
penjaga. Zulfa mendekap tiba-tiba. Nata mengelak, namun ia masih lemah tak
kuasa. Ia biarkan tangannya terkulai, dan tubuhnya dipeluk dari belakang
seseorang yang sudah ia yakini penikam belati. Air mata menetes dari Zulfa. Nata
masih belum paham, atas apa mereka menjenguk Nata. Apa tak cukup membuat Nata terkulai
di ranjang rumah sakit.
Membiarkan
Nata menyingkur, Fathi memulai pembicaraan. Zulfa masih tetap mendekap. Tante dan
Vio membiarkan drama itu mengalir, hanya melihat dari balik pintu tanpa mereka
sadari. Air mata Nata menetes. Antara sakit hati, terharu, gemas, menahan sakit
di badannya. Ia hanya bisa menangis, dan menangis lagi. Fathi mengakhiri
penjelasan dengan sebuah pesan. Agar Nata tetap menjadi Nata yang ceria, supel,
ramah, berbuat baik ke semua bahkan tak kenal yang ditolong akan menolongnya kelak
tidak. Nata yang memiliki kecerdasan sosial dan pesona interpersonal. Fathi mengakui,
setiap yang di dekat Nata akan mudah jatuh nyaman. Nata memang mudah berbaur,
tanpa lebur. Satu hal lagi mengapa jalan ini dipilih Fathi, karna ia tahu ada
sosok laki-laki lebih membutuhkan Nata untuk menjadi penggenap separuh agamanya
nanti.
Nata
mencoba menghadapi kenyataan. Ia mengubah posisi berbaring menghadap Fathi dan
Zulfa. Dengan sisa sesenggukan, Nata membebaskan semuanya seketika. Nata memilih
mendekap rasa sakit itu. Nata ingin berdamai dengan masa lalu. Nata memberikan
kemenangan atas pilihan laki-laki yang dicintainya. Menggenggam wanita yang
Nata lihat memang lebih pantas darinya. Seperti nama orang yang dicintainya. Fathi
Arief Falahi. Sebuah kemenangan bijak yang memenangkan. Kemenangan itu sebuah
pembebasan. Dari yang terbelenggu menjadi terbebaskan. Yang menjadi budak
perhatian menjadi majikan. Nata memilih pembebasan.
Karna Nata percaya, pembebasan sebuah perbudakan rasa kelak akan mendapat ganjarannya yang serupa bahkan lebih darinya.
Dua tahun
kemudian, setelah lulus S1 Nata membebaskan pilihannya. Dinikahi oleh mantan
ketua asistensi agama kampusnya. Nata tak pernah tau bagaimana bisa. Nata hanya
percaya, kelindan kebaikan itu menyintas batas hingga kadang tak pernah bisa
terlogika. “Terima kasih, atas kesempatan membebaskan yang dulu” ujung canda
Nata saat memberikan undangan untuk Fathi dan Zulfa.

ea
BalasHapus