Tidurlah, tidak membersamai dendammu
Luruhkan kedengkian, angkara atau sekedar prasangka
Sandarkan, kepalamu pada kesadaran esok kita masih akan bekerja
Rebahkan, beri hadiah pada tubuhmu yang mengkaku setelah seharian kau berdayakan mememuhi ambisi
Tunaikan doa, sebut pintamu
Ya Rabbana, sungguh kami hanya dzat yang lemah maka sebangunku nanti kuatkanlah
Tersedu kemudian kita berkedip dalam gelap
Bukankah seperti inilah nanti ruang kita kembali
Bernama lahat yang hitam pekat gelap
Lalu siapa pelitanya?
Siapa pula kawannya?
Mereka ialah ibadah
Yang kita dawwamkan saat kita masih terjaga
Mereka ialah kata maaf yang diterima dari hati hati yang pernah kita dzalimi
Mereka ialah salam dari para malaikat di sepanjang jalan kita berjihad
Selamat melepas lelah
Semoga malammu indah
****
Nyiur Subuh
Gunungkidul, 15 September 2018
Gelap terhiasi kerlip bintang
Bulan tak purnama, ia hanya manyabit menyembunyikan parasnya
Debur ombak bergemuruh
Buih buih pecah kala menjejak bibir pantai
Tak ku dengar selain riuhnya gelombang
Di sepertiga malam., ku coba mengetuk pintu Tuhan
Ku menengadah, Allah apakah kau juga ada di tepian pantai?
Di antara rasi rasi bintang
Di balik batuan karang
Di celah kisi kisi pondokan
Ku pejamkan mata lagi
Allah, hamba disini mengaduh
Hanya sembilu yang aku hantarkan
Serta serangkaian doa yang tak tau diri ku ajukan
Lalu ku terduduk, di dinginnya pasir
Tak peduli para pemuda yang sejak malam beranjangsana
Aku mencari Mu Ya Rabbi
Laut kemudian menjadi syahdu
Gemuruh ombak tak seganas dua jam lalu
Saat puncak puncaknya para hambaMu terlelap
Apakah Kau sedang singgah di sini wahai Rabbi?
Menyapa pagiku dengan Engkau ijinkan aku tegak berdiri
Menyulam rakaat
Menunduk bersujud
Melinangkan tangisan
Allah, Engkau masih membersamaiku
****
Karma Pesona
Boyolali, 14 September 2018
Apa kotamu membiarkan para 'boyo' beranak pinak (?)
Sesiang ini
Mengabarkan kau bahwa kau sedang tidak baik baik saja
Serumit rumitmu dalam berangan
Jangan kau niati pergi dengan kesumat
Karna seperti cerita para simbah
Kau tak kan selamat
Teduhkan raut mukamu
Aku akan menjadi telingamu
Kabarkan sampai mana kau akan menjelajah tanah bergunduk
Ku tunggu kau datang tertatih peluh
Bila kau kecewa
Cukupkanlah
Bila kau cemburu
Sudahilah
Tak perlu jadi payah
Toh selain se alamat, ku tau hatimu masih bercabang pada beberapa destinasi
Dan hanya ku nasehati
Mungkin telikungan rasa itu karmamu kemarin hari
Luruhkan kedengkian, angkara atau sekedar prasangka
Sandarkan, kepalamu pada kesadaran esok kita masih akan bekerja
Rebahkan, beri hadiah pada tubuhmu yang mengkaku setelah seharian kau berdayakan mememuhi ambisi
Tunaikan doa, sebut pintamu
Ya Rabbana, sungguh kami hanya dzat yang lemah maka sebangunku nanti kuatkanlah
Tersedu kemudian kita berkedip dalam gelap
Bukankah seperti inilah nanti ruang kita kembali
Bernama lahat yang hitam pekat gelap
Lalu siapa pelitanya?
Siapa pula kawannya?
Mereka ialah ibadah
Yang kita dawwamkan saat kita masih terjaga
Mereka ialah kata maaf yang diterima dari hati hati yang pernah kita dzalimi
Mereka ialah salam dari para malaikat di sepanjang jalan kita berjihad
Selamat melepas lelah
Semoga malammu indah
****
Nyiur Subuh
Gunungkidul, 15 September 2018
Gelap terhiasi kerlip bintang
Bulan tak purnama, ia hanya manyabit menyembunyikan parasnya
Debur ombak bergemuruh
Buih buih pecah kala menjejak bibir pantai
Tak ku dengar selain riuhnya gelombang
Di sepertiga malam., ku coba mengetuk pintu Tuhan
Ku menengadah, Allah apakah kau juga ada di tepian pantai?
Di antara rasi rasi bintang
Di balik batuan karang
Di celah kisi kisi pondokan
Ku pejamkan mata lagi
Allah, hamba disini mengaduh
Hanya sembilu yang aku hantarkan
Serta serangkaian doa yang tak tau diri ku ajukan
Lalu ku terduduk, di dinginnya pasir
Tak peduli para pemuda yang sejak malam beranjangsana
Aku mencari Mu Ya Rabbi
Laut kemudian menjadi syahdu
Gemuruh ombak tak seganas dua jam lalu
Saat puncak puncaknya para hambaMu terlelap
Apakah Kau sedang singgah di sini wahai Rabbi?
Menyapa pagiku dengan Engkau ijinkan aku tegak berdiri
Menyulam rakaat
Menunduk bersujud
Melinangkan tangisan
Allah, Engkau masih membersamaiku
****
Karma Pesona
Boyolali, 14 September 2018
Apa kotamu membiarkan para 'boyo' beranak pinak (?)
Sesiang ini
Mengabarkan kau bahwa kau sedang tidak baik baik saja
Serumit rumitmu dalam berangan
Jangan kau niati pergi dengan kesumat
Karna seperti cerita para simbah
Kau tak kan selamat
Teduhkan raut mukamu
Aku akan menjadi telingamu
Kabarkan sampai mana kau akan menjelajah tanah bergunduk
Ku tunggu kau datang tertatih peluh
Bila kau kecewa
Cukupkanlah
Bila kau cemburu
Sudahilah
Tak perlu jadi payah
Toh selain se alamat, ku tau hatimu masih bercabang pada beberapa destinasi
Dan hanya ku nasehati
Mungkin telikungan rasa itu karmamu kemarin hari
Komentar
Posting Komentar