Di rumah kecil ujung jalan. Ku memandang sekeliling. Ada petak tanah yang dulunya kosong, kini terisi sederet bunga kertas berwarna merah. Di tepinya lagi berderet pot bunga, berisi pucuk merah, bunga kecil berwarna putih, juga bunga yang tak ku tau namanya. Masih ada beberapa pot gantung di atas, berisi calon pohon anggur. Namun lumayan tragis nasibnya, pohon anggurnya terlalu lemah untuk tertimpa cahaya matahari yang terlalu panas setiap pagi.
Aku tengok tengah, dengan dua pintu menghadap ke timur. Waktu pertama kali ku menginjakkan kaki di rumah ini, pintu itu yang pertama ku buka. Kala itu seakan, membukanya adalah membuka segenap masa depan. Tangan terentang, tertimpa sinar matahari pagi, mulai hari itu semua cerita akan dimulai. Cerita bahagia, puji syukur, kecewa, air mata, penerimaan, segala tentang wejangan hidup di mulai. Di petak rumah, di koordinat paling pojok sepanjang jalan.
Nak, kala itu usia keduamu. Entah kapan sejatimu kamu ada di dunia ini. Namun ku percaya, kau telah tertuliskan alurnya untuk menjadi bagian di hidupku. Di lauh mahfudz sana, ku imani, bahwa takdir telah membawa kita berjumpa, bersaling dan berjuang. Va,panggilan sayangku untuk mu. Sedang engkau berkenan memanggilku dengan apa, terserah padamu.
Va, you surprise me always.
Jika seperti ibarat bayi, mungkin kamu lahir disebut dengan premature. Ah berlebihan. Dari benar benar nol, aku mengenalmu. Bertiga kita mengeja namamu. Tapi aku yang memberikan nama itu kepadamu. Seusai membaca buku berfrasa sama, aku menamaimu dengan maksud agar banyak rasa yang tercipta. Kiranya persoalan nama pernah kusampaikan di sebuah ruang maya. Yaa kemudian memang benar, ada banyak rasa.
Di awal perjuangin kamu, pernah tuh ya aku dikontak wartawan tentang keberadaanmu. Sontak, seperti bom atom, berita itu meledak. Maklum sebuah media yang cukup besar oplahnya menayangkan profilku mengulas tentangmu.
Setelah itu, sembari menyelesaikan kuliah, aku mengurusmu. Masih bersama kesibukan lainnya, bersama tiga partner lainnya, hari hariku semakin rupa-rupa.
Once again, you surprised me a lot
Suatu hari, kami mendaftarkanmu ke sebuah pameran. Aku yang menamaimu, hanya mampu mengiyakan. Aku mungkin seorang yang kurang pintar untuk mengaturmu. Namun kamu beruntung, ada manusia-manusia hebat selain diriku yang membersamaimu. Singkat cerita, kamu selama pameran pertama itu memukau ku.
You were officially stunning me.
Kesan pertama memang selalu menjadi cara untuk kembali ingin berjumpa. Hingga kini, kau terlatih untuk tampil di acara-acara seperti itu meski masih dalam kota.
Hari-hari berlalu, aku sedikit kendor merawatmu. Kamu terlihat lesu, kapal yang kita naiki sudah ke tengah. Terpaan muncul satu persatu. Hampir tahun keduamu, meski bahtera kita cukup bertenaga untuk semakin ke tengah, namun angin samudera tetap membuat sebuah bahtera terhempas, hatta sedikit.
Aku tengok tengah, dengan dua pintu menghadap ke timur. Waktu pertama kali ku menginjakkan kaki di rumah ini, pintu itu yang pertama ku buka. Kala itu seakan, membukanya adalah membuka segenap masa depan. Tangan terentang, tertimpa sinar matahari pagi, mulai hari itu semua cerita akan dimulai. Cerita bahagia, puji syukur, kecewa, air mata, penerimaan, segala tentang wejangan hidup di mulai. Di petak rumah, di koordinat paling pojok sepanjang jalan.
Nak, kala itu usia keduamu. Entah kapan sejatimu kamu ada di dunia ini. Namun ku percaya, kau telah tertuliskan alurnya untuk menjadi bagian di hidupku. Di lauh mahfudz sana, ku imani, bahwa takdir telah membawa kita berjumpa, bersaling dan berjuang. Va,panggilan sayangku untuk mu. Sedang engkau berkenan memanggilku dengan apa, terserah padamu.
Va, you surprise me always.
Jika seperti ibarat bayi, mungkin kamu lahir disebut dengan premature. Ah berlebihan. Dari benar benar nol, aku mengenalmu. Bertiga kita mengeja namamu. Tapi aku yang memberikan nama itu kepadamu. Seusai membaca buku berfrasa sama, aku menamaimu dengan maksud agar banyak rasa yang tercipta. Kiranya persoalan nama pernah kusampaikan di sebuah ruang maya. Yaa kemudian memang benar, ada banyak rasa.
Di awal perjuangin kamu, pernah tuh ya aku dikontak wartawan tentang keberadaanmu. Sontak, seperti bom atom, berita itu meledak. Maklum sebuah media yang cukup besar oplahnya menayangkan profilku mengulas tentangmu.
Setelah itu, sembari menyelesaikan kuliah, aku mengurusmu. Masih bersama kesibukan lainnya, bersama tiga partner lainnya, hari hariku semakin rupa-rupa.
Once again, you surprised me a lot
Suatu hari, kami mendaftarkanmu ke sebuah pameran. Aku yang menamaimu, hanya mampu mengiyakan. Aku mungkin seorang yang kurang pintar untuk mengaturmu. Namun kamu beruntung, ada manusia-manusia hebat selain diriku yang membersamaimu. Singkat cerita, kamu selama pameran pertama itu memukau ku.
You were officially stunning me.
Kesan pertama memang selalu menjadi cara untuk kembali ingin berjumpa. Hingga kini, kau terlatih untuk tampil di acara-acara seperti itu meski masih dalam kota.
Hari-hari berlalu, aku sedikit kendor merawatmu. Kamu terlihat lesu, kapal yang kita naiki sudah ke tengah. Terpaan muncul satu persatu. Hampir tahun keduamu, meski bahtera kita cukup bertenaga untuk semakin ke tengah, namun angin samudera tetap membuat sebuah bahtera terhempas, hatta sedikit.
Selanjutnya....
Komentar
Posting Komentar